Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Deja Vu", Akhir Kisah Abraham Samad-BW Deponir Seperti Bibit-Chandra

Kompas.com - 04/03/2016, 08:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah panjang perkara dua mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, berakhir dengan deponir. Jaksa Agung H.M Prasetyo menyatakan bahwa perkara ini sudah ditutup dan tuntas, Rabu (4/3/2016).

Berkaca ke belakang, kejadian ini pernah dialami dua mantan pimpinan KPK jilid II, Bibit Samad dan Chandra Hamzah. Saat itu keduanya dituding memeras tersangka, Anggoro Widjojo, sebesar Rp 5,1 miliar. Namun, akhirnya Basrief Arief selaku Jaksa Agung saat itu mendeponir perkara setelah terungkap adanya rekaman merekayasa kasus.

Sementara untuk perkara Abraham dan Bambang, Prasetyo beralasan perkara dikesampingkan semata demi kepentingan umum. Jaksa Agung menganggap Abraham dan Bambang merupakan ikon pemberantasan korupsi yang telah menorehkan prestasi selama menjabat sebagai komisioner KPK.

(Baca: Jaksa Agung Nyatakan Kasus Abraham dan Bambang Widjojanto Dideponir)

Cerita soal tersandungnya Abraham dan Bambang ke jerat pidana ini bermula setelah mereka menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Padahal, saat itu Budi Gunawan adalah calon Kapolri yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Keberanian menjerat salah satu perwira penting Polri itu akhirnya membuat Abraham menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Penetapan dilakukan pada 9 Februari 2015. Selain Samad, polisi juga telah menetapkan wanita yang dibantu Samad memalsukan dokumen, yakni Feriyani Liem.

Sementara Bambang merupakan tersangka perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu di Sidang Mahkamah MK, 2010 silam. Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat.

Arahan Jokowi hentikan kriminalisasi

Presiden Joko Widodo memberi arahan agar kriminalisasi dihentikan. Namun, ia tidak secara tegas memerintahkan Polri untuk menghentikan perkara Abraham dan Bambang. Bahkan, banyak yang membandingkan sikap Jokowi dengan Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono saat "Cicak versus Buaya" Bibit dan Chandra.

Saat itu, secara tegas SBY memutuskan agar kisruh antara KPK dan Polri terkait kasus korupsi proyek simulator SIM dihentikan. SBY memutuskan agar kasus tersebut ditangani KPK. Lain SBY, lain pula Jokowi. Begitu Abraham dan Bambang ditetapkan sebagai tersangka, Jokowi menonaktifkan keduanya dan mengganti dengan Pelaksana tugas.

Selanjutnya: Rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM
Rekomendasi Ombdusman dan Komnas HAM

Bareskrim Polri menangkap Bambang pada Jumat (23/1/2015) lalu. Ia ditangkap seusai mengantarkan anak bungsunya ke sekolah. Seluruh aktivis dan massa pendukung KPK pun geger dengan penangkapan itu.

Belakangan, Ombudsman menemukan sejumlah maladministrasi dalam penangkapan Bambang. Salah satunya pada saat penangkapan, di mana petugas tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri.

TRIBUNNEWS / DANY PERMANA Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mendatangi Komnas HAM guna memenuhi panggilan terkait pelaporan Koalisi Masyarakat Sipil, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (27/1/2015). Bambang memberikan keterangan mengenai penangkapan dirinya oleh Bareskrim Mabes Polri.
Penangkapan Bambang dianggap melanggar undang-undang karena tidak didahului dengan pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka setidaknya setelah dua kali berturut-turut mangkir.

Saat penggeledahan, petugas juga tidak dapat memperlihatkan surat perintah penggeledahan rumah Bambang.

(Baca: Ombudsman: Penangkapan Bambang Widjojanto oleh Polri Maladministrasi)

Dalam surat rekomendasinya, Ombudsman meminta agar Kapolri mengevaluasi sejumlah anak buahnya dan memberi sanksi atas maladministrasi tersebut.

Sementara Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran HAM dalam penangkapannya.

Penangkapan Bambang tidak terlepas dari situasi konflik yang terjadi antara KPK dan Polri, yang sebenarnya telah menjadi konflik laten.

Diduga, terjadi penggunaan kekuasaan yang eksesif yang sebenarnya tidak diperlukan seperti penggunaan senjata laras panjang serta pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan.

Komnas HAM menduga penggunaan upaya paksa serta penanganan perkara telah melampaui langkah yang seharusnya dilakukan oleh kepolisian berdasarkan peraturan yang ada serta keluar dari praktik yang selama ini dilakukan.

Komnas HAM menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera melakukan remedial kepada Bambang ataupun pimpinan KPK lainnya yang saat ini dilaporkan ke kepolisian.

Remedial yang dimaksud dapat berarti pemulihan nama baik, pemulihan status tersangka, hingga perlindungan dari upaya kriminalisasi yang coba dilakukan oleh Polri.

Namun, rekomendasi hanyalah rekomendasi. Nyatanya, rekomendasi itu tidak pernah dilakukan Polri yang merasa seluruh tindakannya sudah benar.

Selanjutnya: Ambisi politik berujung pidana Abraham Samad
Ambisi politik berujung pidana Abraham Samad

Di tengah proses hukum kasusnya, Abraham kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Kali ini Abraham menjadi tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan KPK yang dilaporkan oleh Muhammad Yusuf Sahide pada akhir Januari 2015.

Perkara bermula dari laporan Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide soal pertemuan Abraham dengan Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjelang Pemilu Presiden 2014 lalu.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengenakan masker dan topi saat menyampaikan pernyataan di Jakarta, Kamis (22/1/2015). Hasto membenarkan adanya pertemuan antara elite PDIP dengan Ketua KPK Abraham Samad terkait proses pencalonan wakil presiden pada pilpres tahun lalu.
Pertemuan keduanya ditengarai membahas kesepakatan mengenai proses hukum yang menjerat politisi PDI-P Emir Moeis.

(Baca: Abraham Samad Belum Ditetapkan Tersangka dalam Kasus "Rumah Kaca")

Samad dituduh menyalahgunakan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk membarter kasus itu dengan keinginannya menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi.

Dalam sebuah jumpa pers, Hasto menyebutkan, Abraham menawarkan keringanan hukuman bagi Emir asalkan dipilih menjadi pendamping Jokowi.

Deponir

Kasus kedua mantan pimpinan KPK itu sempat berlarut-larut hingga datang instruksi Presiden Jokowi untuk segera menuntaskan perkara pimpinan KPK dan juga penyidiknya, Novel Baswedan.

Jaksa Agung pun akhirnya mendeponir kasus Abraham dan Bambang. Sementara untuk kasus Novel, Jaksa Agung menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP).

Sebelum memutuskan mendeponir perkara Abraham dan Bambang, Prasetyo meminta masukan petinggi Mahkamah Agung, DPR, dan Polri. Ia juga mempertimbangkan reaksi masyarakat soal perkara yang menyedot perhatian ini. Berlanjutnya perkara dikhawatirkan akan menggangu proses pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

(Baca: Kasus BW dan Samad Dihentikan, KPK Merasa Kerjanya Tak Lagi Terhambat)

Ketua KPK Agus Rahardjo menganggap kerja KPK tidak lagi terhambat dengan kasus-kasus lama. Dengan deponir itu, KPK dapat bergerak cepat dalam mengimplementasikan program penindakan dan pencegahan tindak pidana korupsi, untuk periode 2015-2019. Namun, deponir perkara Abraham dan Bambang dideponir dipersoalkan oleh beberapa anggota DPR.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai, deponir membuat Kejaksaan Agung terkesan mengasihani Abraham dan Bambang. Menurut dia, semestinya Kejaksaan melimpahkan saja berkas perkara Abraham dan Bambang ke pengadilan. Dengan begitu, keduanya bisa membuktikan bahwa mereka tidak bersalah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com