Jadi memang sulit juga menjadi mantan. Terutama saat meminta orang lain untuk memahami gejolak jiwanya, kata hatinya, dan raungan emosinya karena menganggap dirinya sudah tidak berguna dan apa yang telah dilakukan serta dibangunnya sekian lama tidak dianggap sebagai sesuatu yang bermakna saat ini, saat seseorang telah menggantikan kedudukannya.
Maka salah satu cara yang sangat mungkin bisa dilakukannya adalah mencari perhatian. Dengan cara apapun, bila perlu mencuri perhatian, biar orang-orang tidak lupa bahwa mantan itu pernah ada dan berjasa.
Memang “kurang ajar” –kalau kata itu terlalu kasar ganti saja dengan “kurang bijak” —orang-orang yang kini berada dalam posisi “powerful” alias berkuasa membandingkan kesulitan yang dihadapinya akibat dari persoalan masa lalu yang belum terselesaikan.
Nah, masa lalu itu terkait mantan. Bisa saja itu dimaknakan sebagai pelarian dari ketidakmampuannya menangani masalah, bukan karena kesalahan masa lalu, bukan pula sepenuhnya kesalahan si mantan.
Tetapi menjadi persoalan, para mantan merasa terusik dan bahkan terganggu, sebab seakan-akan menjadi sasaran tembak. Reaksinya bisa macam-macam.
Ada yang menepis bahwa itu bukan bagian kesalahan masa lalu sembari menegaskan ketidakmampuan orang-orang baru dalam bekerja, ada juga yang memilih diam.
Mantan yang diam seperti ini tidak terusik sedikit pun karena telah memilih jalan hidupnya sebagai Negarawan.
Adakah jabatan yang lebih tinggi dan bergengsi dari sekadar mantan Presiden atau mantan Perdana Menteri? Ada, yaitu Sekjen PBB itu tadi. Tetapi untuk meraihnya tidaklah mudah.
Adakah jabatan lainnya? Masih ada, yaitu kembali jadi Presiden atau Perdana Menteri lagi agar predikat mantan bisa lepas. Memangnya undang-undang atau konstitusi melarangnya? Tidak, toh!?
Namun cara termurah untuk melepaskan sebutan mantan yang menyakitkan itu tidak lain dengan menjadi Negarawan. Sesederhana itu. Murah bukan berarti mudah, tetapi setidak-tidaknya Habibie telah berhasil melakukannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.