Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Jokowi Dalam Hati Tolak Revisi UU KPK, Ini karena Partai Pendukungnya Saja

Kompas.com - 25/02/2016, 15:16 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul meyakini, Presiden Joko Widodo sebenarnya menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Presiden, kata dia, ingin agar pembahasan revisi yang mendapatkan penolakan publik itu dibatalkan. Namun, Presiden Jokowi juga harus berkompromi dengan partai politik pendukungnya yang menginginkan adanya revisi.

"Pak Jokowi dalam hati yang paling dalam itu dia menolak. Ini kan karena partai pendukungnya saja," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Dari sepuluh fraksi di DPR, tujuh diantaranya yang merupakan parpol pendukung pemerintah menyetujui revisi UU KPK. Mereka, yakni PDI-P, Nasdem, PKB, Hanura, PPP, PAN dan Partai Golkar.

(baca: Zulkifli Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Penundaan Revisi UU KPK)

Adapun Demokrat sebagai penyeimbang dan Gerindra serta PKS sebagai oposisi menolak revisi UU KPK.

Jadi, kata Ruhut, wajar apabila Presiden mencari jalan tengah dengan memutuskan untuk menunda revisi itu dengan alasan dibutuhkan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat.

(baca: Niat Presiden-DPR Tak Berubah, Demokrat Bakal Terus Tolak Revisi UU KPK)

"Tapi saya yakin kalau orang Jawa, menunda itu sama dengan menolak," ucap Ruhut yang juga tim sukses Jokowi-JK saat Pilpres 2014 lalu.

Keputusan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK diambil dalam rapat konsultasi antara Presiden dan Pimpinan DPR di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2016).

(baca: Gerindra Ingin Revisi UU KPK Dicabut dari Prolegnas, Bukan Ditunda)

Tak ditentukan lama waktu penundaan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Meski ditunda, tetapi disepakati revisi UU KPK nantinya akan tetap fokus pada empat poin pembahasan.

Empat poin tersebut, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com