JAKARTA, KOMPAS.com - Jikalau kita memasuki ruang kerja Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, maka akan terlihat sebuah meja bundar pada salah satu bagian ruangan di dalamnya.
Meja yang terbuat dari kayu jati itu terdapat di depan meja kerja Agus. Bentuknya tidak terlalu besar, diameternya hanya sekitar 1,5 meter. Desainnya pun sederhana. Polos, tanpa ukiran ragam hias yang raya.
Penempatan meja bundar itu juga terbilang tidak istimewa dalam ruangan yang berada di lantai 3 Gedung KPK. Meja tidak ditempatkan di tengah ruangan, juga tidak terlihat menyempil di sudut ruangan.
"Yang pasti mejanya tidak baru. Diletakkan di ruangan ini pun tidak baru, karena saya masuk sudah ada," ujar Agus Rahardjo, saat menerima Kompas.com di kantornya, Selasa (16/2/2016).
Meski sepintas tidak terlihat istimewa, namun meja itu memiliki makna khusus bagi KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo. Di atas meja itulah nasib calon tersangka korupsi ditentukan.
Di meja dengan tujuh kursi yang mengelilingi dan saling berhadapan itulah lima pimpinan KPK membahas dan menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik).
Tradisi ini dimulai sejak lima orang yang berbeda latar belakang itu secara resmi dilantik pada 21 Desember 2015 lalu.
"Supaya kerjaan makin cepat kami berlima kumpul di sini, tandatangan memutar," ucap Agus, yang menerima Kompas.com di meja bundar tersebut.
Pada periode sebelumnya, tandatangan sprindik kerap dibubuhkan secara bergiliran oleh pimpinan KPK di ruangan mereka masing-masing.
Dengan meneken sprindik di satu meja maka diharapkan dapat menambah soliditas pimpinan KPK.
"Sekarang solid, mudah-mudahan terjaga terus," tutur Agus.