Luhut sendiri telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menambah anggaran operasional Densus 88.
Hal itu perlu dilakukan guna menunjang kinerja korps tersebut dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat.
"Dan Presiden setuju untuk menambah anggaran Rp 1,9 triliun agar satuan ini lebih bergengsi," kata dia.
Dukung revisi UU Anti-Terorisme
Pemerintah dan DPR sebelumnya telah sepakat untuk memasukkan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2016.
Revisi tersebut dipandang mendesak agar upaya pemberantasan teroris semakin kuat.
Jaksa Agung M Prasetyo memaparkan, ada sejumlah poin yang dipandang perlu diperkuat di dalam revisi UU itu, selain terkait persoalan perekruitan anggota, penyebaran paham radikal, pelatihan militer dan persiapan aksi teror.
Ia mengatakan, perlu adanya kategorisasi tindak pidana terorisme yang baru. Hal itu meliputi larangan membuat, menerima barang potensial sebagai bahan peledak, serta memperdagangkan senjata kimia, biologi, radiologi, mikroorganisme, tenaga nuklir serta zat radioaktif untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Selain itu, juga melihat adanya persoalan pada pola hubungan antara pelaku teror di dalam negeri dan di luar negeri.
Untuk itu, perlu diketatkan aturan yang melarang pengiriman orang ke luar negeri yang ingin mengikuti pelatihan militer dengan kelompok radikal.
"Selama ini, ketika ada organisasi yang mengirimkan anggotanya ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok radikal, belum dapat ditindak dengan UU yang ada," kata dia.
Anggota Komisi I DPR Supiyadin menegaskan, revisi UU Antiterorisme harus mengedepankan dua hal yakni deteksi dan pencegahan dini.
Sebab, UU yang ada saat ini dinilainya hanya bersifat reaktif.
"UU itu baru bisa diterapkan kalau sudah ada tindakan," ujarnya.
TNI dilibatkan
Sementara itu, anggota Komisi I lainnya, Effendi Simbolon mengusulkan agar pemerintah membentuk sebuah lembaga khusus yang menangani persoalan terorisme, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani korupsi.
Lembaga tersebut nantinya tak hanya melibatkan unsur Polri, tetapi juga TNI.
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mengatur tugas pokok TNI. Pada prinsipnya, ada tiga tugas pokok TNI yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.
Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Salah satu butir yang diatur di dalam OMSP yakni TNI dimungkinkan untuk mengatasi aksi terorisme.
"Jadi nantinya, penanganan polisi dan TNI ini khusus. Karena kami melihat mubazir TNI nggak pernah digunakan," ujar Effendi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.