Sementara kendaraan sibuk lalu lalang di hadapannya, perempuan ini bersama puluhan orang lainnya hanya memilih bungkam. Tatapannya hanya tertuju pada bangunan megah yang berdiri kokoh di ujung Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (21/1/2016).
Kemarin, tepat sembilan tahun lamanya Maria Katarina Sumarsih bersama rekan-rekannya melakukan aksi Kamisan di depan Istana Negara. Tujuan mereka tetap sama, yakni menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu.
Sumarsih bisa disebut sebagai salah satu penggagas diadakannya aksi Kamisan.
Aksi Kamisan dimulai sejak tahun 2003. Aksi ini adalah bentuk perlawanan keluarga korban untuk menolak lupa atas apa yang terjadi pada orang-orang yang dicintai mereka. Aksi Kamisan juga menjadi upaya untuk mendorong pemerintah segera menyelesaikan kasus-kasus HAM yang ada.
Dengan prinsip itu, Sumarsih lantas mengajak beberapa anggota keluarga korban Tragedi Semanggi untuk mulai melakukan aksi bersamanya. Sumarsih dan beberapa rekannya yang kecewa dengan sikap pemerintah, sudah melakukan berbagai upaya mulai dari unjuk rasa hingga menggelar diskusi untuk mengetuk hati pemerintah.
Meski berbagai hal tersebut dilakukan, upaya untuk mendapatkan perhatian pemerintah dinilai sulit untuk dilakukan.
"Kita sudah lakukan aksi, demo dan diskusi, tapi kok tetap seperti ini? Ayo kita muterin Bundaran HI, tidak perlu ngomong," kata Sumarsih.
Menurut Sumarsih, pada 1999 ada juga aktivis perempuan yang menggelar aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat. Namun, aksi tersebut tak berlangsung lama, karena kemudian dilarang oleh Kepolisian.
Tepat pada 18 Januari 2007, Sumarsih bersama tiga orang tua korban pelanggaran HAM berinisiatif melakukan aksinya di depan Istana Negara. Pakaian hitam dan payung hitam digunakan seragam guna melambangkan keteguhan hati untuk mencintai lawan, korban dan sesama manusia.
Halaman 2: Berulang kali diusir