Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/01/2016, 12:29 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disepakati masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas atau Prolegnas 2016 sebagai inisiatif pemerintah.

Kesepakatan ini diambil dalam konsinyering antara Badan Legislasi DPR, DPD, dan pemerintah di Wisma DPR, Kopo, Jawa Barat, Rabu (20/1/2016) malam.

"Udah masuk (Prolegnas 2016) atas usulan pemerintah untuk dilakukan perubahan," kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas saat dihubungi, Kamis (21/1/2016).

Supratman mengatakan, ada 40 undang-undang atau UU yang ditetapkan dalam Prolegnas 2016. Sebanyak 31 UU berasal dari Prolegnas 2015 yang belum diselesaikan. Sementara itu, sisanya adalah UU baru.

"Jadi, yang baru, termasuk terorisme, ada sembilan (RUU)," kata politisi Partai Gerindra ini.

Supratman menambahkan, setelah ini, pembahasan dan penyusunan setiap RUU ada di tiap-tiap komisi terkait. Revisi UU tentang terorisme akan dibahas oleh Komisi III DPR bersama mitra kerjanya. (Baca: Hari Ini Seminggu Lalu, Bom Thamrin Ingatkan Kita Bahaya Terorisme)

Supratman mengakui, revisi UU tentang terorisme ini mendesak dan berkaitan dengan aksi terorisme di dekat Sarinah, Thamrin, Kamis pekan lalu.

Namun, dia menyerahkan poin-poin yang akan direvisi sepenuhnya kepada Komisi III dan pihak pemerintah.

"Kalau sudah selesai di tingkat I (tingkat komisi), maka barulah harmonisasi terhadap undang-undang yang dibahas dilakukan di Baleg," ucap dia.

Revisi UU Anti-terorisme, menurut pemerintah, perlu segera dilakukan. Revisi itu diharapkan dapat mencegah serangan terjadi kembali.

Polisi ingin fokus pada langkah pre-emptive serta preventif. Polisi merasa terhalang UU ketika hendak bergerak ketika mengetahui adanya ancaman.

Polri ingin ada kewenangan khusus untuk menyikapi mereka yang baru menyatakan diri bergabung ke kelompok radikal, berpidato menghasut, dan sejenisnya.

Berdasarkan pengalaman selama ini, meski ada beberapa orang yang secara terbuka menyatakan diri mendukung ISIS, Polri dibatasi aturan sehingga sulit untuk melakukan penindakan.

Polri baru dapat menindak jika seseorang sudah melakukan aktivitas ke arah terorisme, misalnya saat seseorang ketahuan sedang membeli bahan peledak atau baru merencanakan aksi teror.

Di sisi lain, waktu antara persiapan dan eksekusi biasanya sangat singkat. Polisi merasa memiliki waktu yang sangat terbatas untuk mencegahnya.

Waktu penahanan sementara terhadap seseorang juga diharapkan bisa ditambah.

"Ini semata-mata agar upaya pencegahan bisa dilakukan secara maksimal. Namun, lagi-lagi ini akan kami serahkan ke perumus undang-undang," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com