Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deradikalisasi Nusantara

Kompas.com - 20/01/2016, 15:04 WIB

Sikap dan tindakan radikal (tanathu’, tasyaddud) memang bukan barang baru. Ia tak pernah mati gaya. Ibarat dunia fashion akan terus melahirkan gaya yang baru yang bisa membuat orang akan mudah terpana. Radikalisme bak "korporasi", banyak akal untuk menciptakan sesuatu yang dalam penampakannya "baru". Ada daya upaya untuk menyiasati agar produknya bisa laku keras di pasaran.

Para "inovator" radikalisme akan selalu berusaha menciptakan penampilan baru, papan nama baru, busana baru, atau bendera baru. Soal "isi" tak penting karena bisa mencomot yang sudah ada dan diyakini "baku" (dogma). Para penggerak radikalisme ini bisa mengendus "permintaan pasar", apa yang dibutuhkan masyarakat, di saat-saat adanya kesenjangan ekonomi, kekisruhan politik, krisis keteladanan, ketidakadilan, atau juga kekaburan masalah keagamaan. Mereka dengan sigap tampil menyodorkan "solusi" yang tampak menjanjikan.

Produk-produk yang mereka lahirkan pun tampak "diversifikatif" kendati itu hanya pada tataran permukaan. Mereka memandang dengan "mata elang"-nya bahwa ajaran Islam telah banyak terselewengkan. Mereka meracau dan mengecam tatanan modern sebagai biang keladi kekeruhan sosial dan agama.

Dengan kelebihan "hormon" literalismenya, mereka memandang bahwa segala tafsir terhadap ajaran Islam selama ini telah melenceng jauh dari kebenaran. Namun, anehnya, mereka menampilkan rujukan sosok yang mereka pandang sebagai "mu’tabar" (otoritatif). Seperti halnya pemimpin ISIS, yaitu Abdurrahman al-Baghdadi yang tidak jelas "sanad’-nya, justru dipandang sebagai "amirul mukminin".

Begitulah, penampakan kelompok-kelompok radikal senantiasa beragam rupa. Mereka ada yang hanya fokus pada masalah "pemurnian" ajaran Islam dengan slogannya mengganyang segala bentuk bid’ah atau khurafat yang tampil dalam tradisi masyarakat. Menurut keyakinan mereka, Islam akan menjadi "jaya dan besar" (ya’lu wa la yu’la ’alaihi) bila dakwah diarusutamakan pada pemberangusan apa yang mereka sebut sebagai bid’ah.

Dalam level gaya yang lain, mereka ada yang lebih mengedepankan jalan "militansi" dengan cara membuat gerakan militeristik (I’dad askari) demi menghancurkan segala bentuk penampakan yang mereka kutuk sebagai "thoghut".

Betapapun gaya mereka tampak beda, ada common platform yang menyatukan pandangan mereka. Mereka sama-sama menolak terhadap segala hal yang berbau bid’ah. Maksudnya, baik yang tampil gaya "moderat" maupun yang jelas-jelas radikal, sama-sama digelorakan oleh semangat "jihad" pemurnian agama. Mereka menolak segala bentuk "inovasi budaya" terutama bila disangkutkan dengan agama. Ya, mereka mengalami "kebutaan budaya" karena pemahaman picik. Coba kita lihat, apa yang telah dilakukan ISIS saat berhasil menguasai suatu daerah. Mereka menghancurkan situs-situs purbakala karena dipandang sebagai tempat syirik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com