Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah Bantah Ditundanya Paripurna Jadi "Bargaining" Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 08/12/2015, 22:30 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rapat Paripurna DPR terus tertunda di tengah bergulirnya kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

Namun, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan santai mengaku tidak tahu alasan penundaan ini.

Hal tersebut disampaikan Fahri seusai rapat Paripurna, Selasa (7/12/2015) malam, yang harus ditunda karena tak memenuhi kuorum. Rapat hanya dihadiri oleh 144 dari 557 anggota.

Saat ditanya mengenai alasan penundaan rapat paripurna malam ini, Fahri dengan lancar menjawab karena rapat yang tak kuorum.

Sebab, para anggota banyak yang berada di daerah dalam rangka persiapan pemilihan kepala daerah 9 Desember besok.

Dia membantah penundaan rapat malam ini ada hubungannya dengan kasus Novanto.

"Anda lihat sendiri kan ini soalnya ada pada kuorum dan isunya pada pilkada, saya kira itu," kata Fahri.

Namun, bukan malam ini saja rapat paripurna ditunda. Rapat ini semula dijadwalkan pada Selasa pagi pukul 10.00 WIB, tetapi ditunda hingga malam hari tanpa alasan yang jelas.

Sebelumnya, rapat Badan Musyawarah yang harus diselenggarakan sebelum sidang paripurna juga sempat dibatalkan sepihak sebanyak dua kali oleh pimpinan DPR.

Pada Selasa (1/12/2015), sejumlah pimpinan fraksi dan komisi sudah datang ke ruang rapat pimpinan DPR di lantai 3 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen.

Namun, pimpinan DPR tidak datang dan rapat tiba-tiba dibatalkan. Lalu, pada Kamis (3/12/2015), rapat Bamus kembali dijadwalkan, tetapi kembali dibatalkan sepihak.

Saat ditanya mengenai hal itu, Fahri enggan banyak berkomentar.

"Saya tidak tahu yang itu," ujarnya.

Penundaan rapat paripurna ini sempat dipertanyakan oleh sejumlah pimpinan fraksi.

Ketua Fraksi Partai Hanura Nurdin Tampubolon, Sekretaris Fraksi Nasdem Syarif Abdullah Alkadrie, dan Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mencurigai pimpinan DPR hendak menjegal sidang etik Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan.

Mereka khawatir hasil sidang MKD bisa dipertanyakan apabila tiga anggota MKD Golkar yang baru belum disahkan di Paripurna.

Sebab, sesuai Pasal 79 ayat 5 dan 6 Peraturan DPR, anggota baru MKD harus disahkan dulu dalam rapat paripurna.

"Mereka (pimpinan DPR) sepertinya ingin mencari celah untuk mengganggu persidangan kasus Setya Novanto di MKD," kata Syarif.

"Kuat sekali indikasinya ingin menjegal dengan mencari alasan macam-macam," ucapnya.

Adapun Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo khawatir penundaan yang terus dilakukan ini akan dicurigai sebagai sandera atau bargaining kasus Novanto.

Apalagi, kata dia, rapat paripurna kali ini mengagendakan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai inisiatif DPR dalam prolegnas prioritas 2015.

"Kan ada praduga kalau ini dijadikan sandera. Muncul isu di luaran seolah ini dijadikan bargaining," kata Firman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Nasional
Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Nasional
Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Nasional
Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Nasional
Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Nasional
Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Nasional
Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Nasional
Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Nasional
Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Nasional
Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Nasional
Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Nasional
Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Nasional
Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Nasional
Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Nasional
SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com