Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Periksa Novanto, Ada Anggota MKD yang Minta Pengusutan Distop

Kompas.com - 08/12/2015, 10:47 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ternyata kembali berupaya menghentikan pengusutan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

Manuver untuk menghentikan kasus ini disampaikan dalam rapat pleno internal MKD, Senin (7/12/2015) malam, setelah memeriksa Novanto secara tertutup.

"Ada lagi yang mancing-mancing minta kasus distop," ungkap anggota MKD, Marsiaman Saragih, seusai rapat pleno internal, Senin malam.

Marsiaman enggan menyebutkan siapa dan berapa banyak anggota MKD yang meminta kasus ini dihentikan. Namun, lanjut dia, mereka yang meminta itu beralasan mempertimbangkan argumen Novanto yang dibacakannya melalui nota pembelaan.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Makhamah Kehormatan Dewan (MKD) memeriksa Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada sidang MKD, Jakarta, Senin (7/12/2015). Sidang berlangsung selama empat jam dan tertutup serta mendapat pengawalan ketat dari Pamdal DPR dan pihak kepolisian. Tampak Setya Novanto memberkan keterangan pers usai menjalani sidang.
Dalam nota pembelaan itu, Novanto menganggap Menteri ESDM Sudirman Said tidak mempunyai legal standing. (Baca: Kahar Muzakir Dituding Atur Skenario Sidang Tertutup Setya Novanto)

Novanto juga menganggap ilegal rekaman percakapan antara dia, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, 8 Juni 2015.

Argumen Novanto itu sudah berulang kali disampaikan sebagian anggota dan pimpinan MKD yang tidak ingin MKD mengusut kasus itu. (Baca: Hanya Lima Anggota MKD yang Setuju Sidang Setya Novanto Terbuka)

"Mereka pikir akan ditanggapi, tetapi tidak," kata Marsiaman.

Politisi PDI-P ini mengatakan, mayoritas anggota MKD setuju legal standing Sudirman Said tidak perlu dipermasalahkan. Pasalnya, masalah itu sudah selesai dibahas dalam rapat pleno internal pada 24 November 2015.

Saat itu, MKD menghadirkan pakar bahasa, Yahya Bachria, yang menafsirkan bahwa setiap orang berhak mengadu ke MKD.

Adapun terkait rekaman yang tidak diakui Novanto, MKD sepakat untuk mengujinya ke laboratorium forensik Mabes Polri.

MKD akan meminjam ponsel asli yang digunakan Maroef untuk merekam. Ponsel itu sudah disita Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyelidikan dugaan pemufakatan jahat. (Baca: Setya Novanto Banyak Jawab "Tidak Tahu, Lupa" Saat Ditanya di MKD)

"Kalau uji lab sudah menyatakan itu asli, kita bisa bentuk panel karena ada indikasi pelanggaran berat," ucap Marsiaman.

Upaya untuk menghentikan kasus Novanto bukan pertama kali ini terjadi. Pada rapat 1 Desember, ada enam anggota yang memilih kasus Novanto dihentikan dalam voting terbuka.

Mereka adalah:

1. Kahar Muzakir (Golkar/Dapil Sumatera Selatan I)
2. Adies Kadir (Golkar/Jawa Timur I)
3. Ridwan Bae (Golkar/Sulawesi Tengah)
4. Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra/Banten III)
5. Supratman (Gerindra/Sulawesi Tengah)
6. Zainut Tauhid (PPP/Jawa Tengah IX).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com