Hal tersebut disampaikan Hasto menanggapi rekaman perbincangan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Dalam rekaman tersebut, Novanto mengaku ditelepon Megawati untuk menyukseskan uji kelayakan dan kepatutan Budi sebagai kepala Polri.
Namun, setelah Budi sukses melewati uji kelayakan dan kepatutan itu, Jokowi justru batal melantik Budi karena dia sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Riza pun menyambung pembicaraan bahwa karena penolakan tersebut, Megawati memaki-maki Jokowi di Solo.
"Sepengetahuan saya tidak pernah yang namanya ibu Mega melakukan seperti yang dituduhkan itu. Beliau jalankan prinsip kenegarawanan dan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," kata Hasto di Jakarta, Minggu (6/12/2015).
Namun, Hasto mengaku PDI-P tidak terlalu memikirkan penyebutan nama Megawati dalam rekaman tersebut. Terlebih lagi, rekaman yang diambil oleh Maroef itu belum tentu benar secara materi maupun aspek legalitasnya.
Menurut dia, PDI-P lebih memilih untuk mengikuti proses yang berjalan di Mahkamah Kehormatan Dewan terkait Novanto yang diduga meminta saham PT Freeport dengan mencatut nama Jokowi-JK.
"Mari kita percayakan ke MKD. Jangan biarkan bangsa ini terpecah belah secara sepihak yang belum tentu juga dari aspek legalitasnya bisa diterima kita semua," ucap dia.
Berikut petikan percakapan dalam rekaman yang menyebut Megawati marah ke Jokowi karena menolak Budi Gunawan:
SN (Setya Novanto): Pengalaman yang betul-betul saya mengalami bersama-sama Pak ini, bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut, untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli Pak. Bagaimana itu kita berusaha supaya Budi, karena Ibu Mega yang call, yang telpon.
MR (Muhammad Riza Chalid): Di Solo ada… ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu pilpres, kita mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.