Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Helikopter untuk VVIP

Kompas.com - 02/12/2015, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pengadaan senjata dan perlengkapan TNI merupakan agenda yang sulit diakses publik karena alasan "rahasia militer". Sejak kontroversi pembelian jet tempur Sukhoi yang harganya dinilai tidak wajar, pengadaan tank tempur Leopard yang tidak sesuai peruntukan sesuai janji dalam rapat di DPR, kini kegaduhan terjadi dalam pengadaan helikopter angkut berat untuk Skuadron 17 VVIP karena TNI Angkatan Udara memilih jenis helikopter Agusta Westland AW-101, sedangkan PT Dirgantara Indonesia meminta agar TNI AU memilih helikopter Cougar EC-725.

Berangkat dari kasus jet tempur Sukhoi, sejumlah aktivis, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Imparsial, menyampaikan sejumlah data kepada DPR. Pengadaan enam jet tempur Sukhoi Su-30 diduga merugikan negara 73 juta dollar AS dan dilaporkan Imparsial ke KPK bulan Maret 2012. Namun, hingga kini tidak jelas kelanjutan kasus tersebut.

Pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) kembali mengundang diskusi di ruang publik ketika muncul informasi Skuadron 17 very very important person (VVIP) akan mendapatkan peremajaan helikopter baru, pengganti Super Puma yang sudah berusia 30 tahun lebih (Kompas, Rabu 18/11/2015).

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna dalam jumpa pers di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (26/11), mengatakan, helikopter Agusta Westland AW-101 seharga 55 juta dollar AS (Rp Rp 761,2 miliar) per unit memiliki kelengkapan khusus, berdaya angkut 4 ton, dan memenuhi spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AU sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2015-2019.

Sementara Direksi PT Dirgantara Indonesia berharap TNI AU menggunakan helikopter penerus Super Puma, EC-725 Caracal menjadi helikopter VVIP. Terlebih, TNI sudah memesan enam EC-725 Caracal. Direktur Produksi PT DI Arie Wibowo kepada wartawan di PT DI, Rabu (25/11), menjelaskan, badan EC-725 yang dipesan TNI didesain anti peluru serta dilengkapi perahu karet dan teknologi pencitraan radiasi inframerah (forward looking infra red/FLIR).

Dia mengklaim membeli EC-725 lebih aman dari segi keamanan rahasia negara. Pihaknya berharap TNI AU mau mempertimbangkan pembelian EC-725 untuk helikopter VVVIP.

Agus, yang juga Komisaris Utama PT DI, mengatakan, pemilihan AW-101 berdasarkan kajian internal TNI AU. "Kenapa saya tidak memilih EC-725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia tentu ada pertimbangan TNI AU sebagai pengguna. Saya pribadi (sebagai) komisaris utama PT DI dan ini sudah diputuskan masak-masak," kata mantan penerbang jet tempur A-4 Skyhawk, F-5E Tiger, hingga F-16 Fighting Falcon itu.

Helikopter Agusta Westland AW-101 memang dikenal sebagai helikopter mewah yang digunakan petinggi negara, seperti di India dan Amerika Serikat.

Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsekal Pertama Umar Sugeng dalam kesempatan terpisah menceritakan, AW-101 memiliki fitur keamanan canggih dengan perahu karet yang mengembang otomatis saat pendaratan darurat, kabin lapang, dan berbagai perlengkapan bisa dipasang di helikopter. Dalam keadaan standar, harga satu unit AW-101 adalah 18 juta dollar AS (Rp 249,12 miliar).

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Tubagus Hasanuddin, mengkritisi langkah TNI AU yang dinilai tidak memberi ruang bagi industri dalam negeri untuk terlibat. Pada 2009 disepakati pengadaan helikopter produksi PT DI sebanyak 16 unit untuk Skuadron VVIP dan helikopter SAR. Itu dibagi dua tahap renstra, yakni 2009-2014 dan 2015-2019. Semua direncanakan dibeli dari dalam negeri, yakni PT DI," kata mantan Sekretaris Militer Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

Dalam Renstra 2009-2014 sudah dipenuhi enam unit Helikopter Super Puma dan sisanya 10 unit diselesaikan dalam Renstra 2015-2019. Demi komitmen kepada TNI AU, lanjut TB Hasanudin, PT DI telah berinvestasi untuk persiapan pembuatan 10 helikopter tersebut.

Kalau harus memilih Agusta Westland AW-101, Hasanuddin mendesak, pabrikan Italia tersebut sesuai Undang-Undang Industri Pertahanan harus mengikutsertakan industri pertahanan dalam negeri, kewajiban alih teknologi, imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal aturan offset dan lain-lain.

Setelah kasus Sukhoi dan Leopard, pengadaan helikopter VVIP ini diharapkan menjadi pintu transparansi Kementerian Pertahanan dan TNI yang merupakan tentara rakyat agar transparan kepada publik. (Iwan Santosa)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Desember 2015, di halaman 4 dengan judul "Mencari Helikopter untuk VVIP".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com