Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika "Pemain" Pengganti Gagal Menahan Laju Kasus Novanto di MKD...

Kompas.com - 02/12/2015, 09:28 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat pleno Mahkamah Kehormatan Dewan pada 24 November 2015, memutuskan membawa kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto ke persidangan.

Keputusan ini sempat diwarnai dengan silang pandang mengenai legal standing atau kedudukan hukum Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pelapor.

Namun, setelah menghadirkan pakar bahasa Yayah Bachria untuk menafsirkan aturan mengenai legal standing dalam tata beracara, akhirnya tak ada ganjalan lagi bagi MKD untuk melanjutkan kasus Novanto ke persidangan.

Sehari setelah keputusan tersebut diketuk, Fraksi Partai Golkar melakukan pergantian "pemain" dengan merombak seluruh anggotanya di MKD. (baca: F-Golkar Ikut Ganti Semua Anggotanya di MKD)

Wakil Ketua Hardisoesilo diganti oleh Kahar Muzakir. Dua anggota lainnya, Dadang S Muchtar dan Budi Supriyanto digantikan oleh Ridwan Bae dan Adies Kadir.

Sampai saat ini, baik elite di fraksi maupun DPP Golkar tak pernah memberikan alasan yang pasti mengenai pergantian tersebut.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, misalnya, hanya menyebut bahwa kinerja tiga anggota sebelumnya kurang optimal. (baca: Golkar Rotasi Anggotanya di MKD, Aburizal Bantah Lindungi Setya Novanto)

Padahal, mereka terlihat selalu hadir dalam rapat dan sidang MKD, termasuk dalam kasus Novanto.

Yang jelas, sebelum pergantian ini dilakukan, Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin memang sempat menginstruksikan kepada anggotanya di MKD untuk secara optimal membela Setya Novanto.

"Kami punya anggota di MKD, tentu kami minta mereka membantu Novanto sesuai koridor dan etika yang berlaku," kata Ade saat itu.

Gebrakan

Di rapat pertamanya, Senin (30/11/2015), tiga "pemain" baru Golkar langsung membuat gebrakan. Mereka ingin menganulir hasil keputusan rapat tanggal 24 November 2015, yang telah memutuskan membawa kasus Novanto ke persidangan.

Mereka kembali mempermasalahkan legal standing Sudirman Said, dengan argumen tak cukup hanya menghadirkan pakar bahasa, melainkan juga pakar hukum tata negara.

Mereka juga mempermasalahkan rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang hanya berdurasi 11 menit.

Padahal, dalam laporannya, Sudirman Said menyebut pertemuan berlangsung selama 120 menit. (baca: Sudirman Said: Kalau Dipanggil MKD, Saya Akan Serahkan Rekaman Lengkap)

"Keputusan rapat tanggal 24 November itu cacat hukum," kata Ridwan Bae.

Langkah Golkar ini pun kemudian didukung oleh Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Agtas dari Gerindra, serta Zainut Tauhid dari Partai Persatuan Pembangunan. Padahal ketiganya hadir dalam rapat pada 24 November itu.

Alhasil, rapat yang semula hanya mengagendakan penyusunan jadwal sidang berlangsung alot. Rapat ditutup pada Senin petang, tanpa menghasilkan keputusan apapun, dan dilanjutkan keesokan harinya. (baca: Sidang MKD Buntu, Kelanjutan Kasus Novanto Diputuskan lewat "Voting"?)

Gagal

Pada rapat Selasa (1/12/2015), tiga anggota MKD dari Golkar kembali membuat gebrakan dengan meminta kasus Novanto ditutup.

Masalah legal standing hingga rekaman yang tidak utuh masih menjadi alasannya. (baca: Akbar Faizal: Anggota MKD dari Golkar Minta Kasus Novanto Ditutup)

"Pak Kahar Muzakir minta case closed dan mendapat pembenaran dari anggota Golkar lain," kata Akbar membeberkan hasil rapat tertutup yang tengah diskors, Selasa sore.

Kahar Muzakir yang dimintai konfrimasinya menolak berkomentar. Adapun dua anggota MKD dari Golkar lain, Ridwan Bae dan Adies Kadir membantah tudingan Akbar itu.

Namun, pernyataan Akbar terbukti saat akhirnya MKD melakukan sesi voting secara terbuka untuk mengambil keputusan.

Ternyata benar, tiga anggota MKD dari Golkar kompak memilih opsi menghentikan proses pengusutan kasus Setya Novanto. (baca: Ini 6 Anggota MKD yang Ingin Kasus Setya Novanto Tak Dilanjutkan)

Mereka masih dibantu Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Agtas dari Gerindra serta Zainut Tauhid dari PPP.

Namun, mereka kalah telak dari sebelas anggota MKD lainnya yang memilih agar kasus Setya Novanto dilanjutkan. 

Para "pemain pengganti" gagal menahan laju kasus Setya Novanto di MKD. (baca: Setelah Voting, MKD Akhirnya Lanjutkan Sidang Kasus Novanto)

Usai voting, Anggota MKD dari Hanura Syarifudin Sudding sempat berkelakar dan menyindir Golkar di ruang sidang.

"Ini sudah diputuskan ya, untuk melanjutkan kasus Novanto ke persidangan. Jangan nanti minta dianulir lagi," ucap Sudding yang disambut tawa sebagian anggota, tenaga ahli dan wartawan.

Agenda sidang langsung dibagikan kepada para anggota. Pada hari ini, MKD akan mendengar keterangan Sudirman sebagai pelapor.

Pada Kamis (3/12/2015), MKD akan memanggil saksi utama yang ikut dalam pertemuan, yakni Maroef Sjamsoedin dan Riza Chalid.

Selain di ranah etika di MKD, kasus tersebut juga masuk ke ranah pidana. Kejaksaan Agung mulai mengumpulkan bahan keterangan perkara tersebut. (Baca: Pencatutan Nama Jokowi-JK Diusut Kejaksaan, Sangkaannya Permufakatan Jahat)

Unsur pidana yang didalami penyidik adalah dugaan permufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sudirman menyebut adanya permintaan saham kepada petinggi Freepot dengan mencatut nama Presiden dan Wapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Nasional
Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Nasional
PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

Nasional
TB Hasanuddin Titipkan 'Anak' Bantu BSSN Buru 'Hacker' PDN

TB Hasanuddin Titipkan "Anak" Bantu BSSN Buru "Hacker" PDN

Nasional
Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Nasional
Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Nasional
Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Nasional
Data PDN Tidak 'Di-back Up', DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Data PDN Tidak "Di-back Up", DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Nasional
Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Nasional
Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Nasional
Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Nasional
Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Nasional
Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Nasional
Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Nasional
PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo 'Giveaway'

PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo "Giveaway"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com