Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OC Kaligis: Yakinlah Anak-anak, Papa Bukan Pencuri Uang Negara!

Kompas.com - 25/11/2015, 18:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus suap majelis hakim dan panitera PTUN Medan, Otto Cornelis Kaligis, menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan tindakan yang didakwakan jaksa penuntut umum kepada dirinya.

Ia membantah telah menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan untuk memengaruhi putusan atas gugatannya.

"Kepada keluarga dan anak-anak saya, yakinlah bahwa papa bukan pencuri uang negara!" ujar Kaligis saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/11/2015).

Kaligis mengatakan, dalam persidangan, terungkap bahwa para hakim membantah pemberian uang yang dimaksudkan untuk memengaruhi putusan. Saksi yang dihadirkan pun tidak dapat membuktikan adanya pemberian uang dari Kaligis.

"Faktanya, dalam persidangan, tidak ada satu pun saksi yang menyatakan melihat terdakwa memberikan uang ataupun amplop putih," kata Kaligis. (Baca: OC Kaligis: Dalam Benak KPK, Saya Harus Dapat Hukuman Mati)

Kaligis lantas menuding anak buahnya, M Yagari Bhastara alias Gary, yang berperan aktif menyuap hakim. Bahkan, kata Kaligis, kepergian Gary ke Medan untuk ke Kantor PTUN pada 9 Juli 2015 dilakukan tanpa seizin dirinya.

"Saya sama sekali tidak memerintahkan Gary untuk ke Medan. Dari rekaman percakapan antara Gary dan Syamsir Yusfan (panitera), merekalah yang aktif untuk menyusun rencana," kata Kaligis.

Kaligis mengatakan, jangan sampai dirinya dihukum karena publik menuntut penjatuhan hukuman atas dirinya. (Baca: Velove Vexia Cemas OC Kaligis Terlalu Vokal dalam Sidang)

Hakim, kata dia, tidak dapat mengadili seorang terdakwa hanya karena kasus ini telah menjadi sorotan publik. Oleh karena itu, Kaligis meminta pengampunan dari hakim agar dibebaskan dari jeratan tuntutan hukum.

"Berikan keadilan bagi saya. Saya bukan penjahat yang pantas dihukum. Tidak sepersen pun saya ambil uang negara," kata Kaligis.

Jaksa penuntut umum menuntut Kaligis dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. (Baca: Dituntut 10 Tahun, OC Kaligis Anggap KPK Dengki)

Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.

Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Pemerintah Provinsi Sumut.

Atas perbuatannya, Kaligis dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com