JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengungkapkan rekaman yang diserahkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) adalah bentuk perlindungan seseorang terhadap aksi pemerasan.
Sehingga, sebut dia, rekaman itu seharusnya tidak dipersoalkan.
Said Didu menduga ada upaya pengalihan isu kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden ke masalah legalitas rekaman.
"Menurut saya sih jangan dibawa ke hal-hal seperti itu. Nanti orang takut, pada saat mau diperas, takut merekam karena takut dipidanakan," kata Said di Kompleks Parlemen, Rabu (18/11/2015).
Said Didu pun mengajak media untuk tidak terjebak pada isu yang dibuat sejumlah pihak yang mempersoalkan bukti rekaman yang dimiliki Menteri ESDM Sudirman Said. (Baca: Stafsus Menteri ESDM: Rekaman Percakapan Setya Novanto Dibuat untuk Perlindungan Diri )
Dengan bukti rekaman itu, Sudirman melaporkan Ketua DPR Setya Novanto atas tindakan tidak terpuji ke MKD.
Setya diduga mencatut nama presiden dan wakil presiden bersama seorang pengusaha yang disebutkan Sudirman bernama Reza Chalid.
Pencatutan dilakukan saat mereka bertemu bos PT Freeport Indonesia. (Baca: "Luhut", "Darmo", dan "Ridwan" Disebut dalam Transkrip Pencatutan Nama Presiden )
"Jangan terjebak dengan legal dan tak legal. Ini saya kira ada upaya memancing substansi rekamanya enggak ilegal dan segala macam," tukas Said Didu.
"Intinya, kami ada rekaman yang ada orang mengatasnamakan untuk mengambil keuntungan dari kebijakan yang mau dilakukan Kementerian ESDM," tambah mantan Sekretaris Menteri BUMN itu.
Fadli Zon Persoalkan Rekaman
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon membela Ketua DPR Setya Novanto. Fadli tidak percaya Novanto meminta saham kepada PT Freeport dengan menjanjikan lancarnya renegosiasi kontrak karya.
Bahkan, Fadli Zon menilai rekaman yang jadi dasar Sudirman Said melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan sebagai bukti yang bisa direkayasa.
"Bisa saja rekaman itu direkayasa. Aslinya bukan suara Pak Novanto," ucap Fadli Zon, saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.