Ketiga, performa sosial relatif belum ada masalah serius karena rezim Jokowi masih mau dan mampu membangun pola hubungan sosial egaliter dan resiprokal.
Keempat, performa politis juga tidak sedang bermasalah karena demonstrasi kekuasaan serta kontrol berjalan demokratis.
Kelima, performa enkulturasi belum cukup kuat melibatkan dan menggerakkan rakyat dalam arus besar perubahan yang diinginkan. Jokowi sedang diuji sejarah, akankah dia berpihak pada rakyat atau larut dalam kubangan politik elite yang pragmatis.
Jokowi harusnya mengoptimalkan semacam paradigma politik grunigian. Dalam Managing Public Relations (1984), Grunig dan Hunt mendeskripsikan model ini sebagai upaya menciptakan pemahaman bersama dengan tindakan pokoknya pada keuntungan bersama (mutual benefit) antara pemerintah dan rakyat, bukan hanya elite!
Oligarki parpol dan stelsel aktif para pemburu kekuasaan di sekitar Presiden dapat mereduksi cita-cita mulia menghadirkan kepemimpinan transformatif.
Janji kampanye tentu bukan sekadar mantra agar orang memilih di bilik suara, melainkan ikrar mengikatkan diri dengan rakyat agar prinsip bonum commune atau mengedepankan kepentingan umum bisa ditunaikan. Jika lupa prinsip tersebut, rakyat pun perlahan tetapi pasti akan meninggalkan Jokowi.
Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Performa Komunikatif Jokowi".