Ada lima indikator dalam mengevaluasi performa komunikatif: performa ritual, hasrat, sosial, politis, dan enkulturasi.
Pertama, performa ritual terjadi secara teratur dan berulang dalam ritual personal, tugas, sosial, dan organisasi. Dalam hal ritual personal, Jokowi tak mengalami masalah karena nyaris tak ada perubahan ritual komunikasi Jokowi yang menjadi ciri khas dirinya.
Kebiasaan blusukan dan pola komunikasi horizontal memosisikan Jokowi terasa lebih dekat dengan rakyat. Populisme menjadi hal paling disukai oleh publik dari performa Jokowi.
Ritual tugas masih menunjukkan persoalan besar karena sering kali keinginan Jokowi dimaknai dan diterjemahkan berbeda oleh para menterinya.
Jokowi bertugas sebagai kepala pemerintahan yang harus memastikan arah dan kebijakan pemerintah berjalan sepengetahuan dan atas persetujuan dirinya. Ritual sosial menyisakan wajah ganda Jokowi.
Di satu sisi, mulai sukses mencari titik keseimbangan politik melalui hubungan sosial dengan beragam kekuatan politik berbeda, tetapi di sisi lain masih tergagap mewujudkan hubungannya dengan rakyat yang berharap banyak pada Jokowi.
Ritual organisasi masih mengecewakan, terutama dalam koordinasi lintas sektoral di antara para menteri. Silang sengketa antarmenteri masih sering meletup di ruang publik dan baru terkesan menjadi permainan tingkat tinggi dengan risiko tinggi. Belum benar-benar berimplikasi pada hasil yang menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat banyak.
Kedua, performa hasrat yang senantiasa digelorakan Jokowi sejak lama, yakni revolusi mental. Hasrat melakukan revolusi mental harusnya menjadi soko guru utama perubahan bangsa saat ini dan ke depan, tetapi dalam gerak pelaksanaannya, hasrat itu belum meyakinkan dalam konteks implementasi beragam kebijakan.