JAKARTA, KOMPAS.com - Masa tugas DPR RI Periode 2014-2019 telah genap berusia satu tahun pada hari ini, Kamis (1/10/2015). Sejak DPR dilantik pada 1 Oktober 2014, banyak kontroversi yang mengiringi kinerja lembaga perwakilan rakyat itu. Apa saja pro dan kontra itu?
1. Dua kutub koalisi
Saat baru dilantik, kegaduhan langsung terjadi karena adanya dua kubu di DPR, yakni Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Dua koalisi ini adalah sisa-sisa hasil Pemilu Presiden 2014, dimana KIH mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla dan KMP mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Kegaduhan terjadi karena perebutan kursi Pimpinan DPR dan Alat Kelengkapan Dewan. Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengatur agar pimpinan dipilih secara paket, bukan sesuai perolehan suara tetinggi saat Pileg seperti periode sebelumnya. KMP yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan PKS, dan dibantu Partai Demokrat, lebih dominan daripada KIH yang merupakan gabungan dari PDIP, Hanura, PKB, dan Nasdem.
Dalam sidang paripurna pertama yang dipimpin anggota DPR tertua, Otje Popong Djunjunan, para anggota KIH mengajukan protes mengenai sistem pemilihan ini hingga maju ke meja pimpinan. Namun, protes mereka tidak diterima. Akhirnya, mereka memutuskan walk out dan memutuskan tak bertanggungjawab terhadap hasil paripurna. Popong akhirnya mengesahkan lima pimpinan DPR yang diusung KMP, yakni Setya Novanto (Golkar), Fadli Zon (Gerindra), Fahri Hamzah (PKS), Agus Hermanto (Demokrat), dan Taufik Kurniawan (PAN).
Setelah itu, KIH yang tidak menerima hasil sidang paripurna mencoba membentuk pimpinan DPR tandingan. Situasi dualisme ini berlangsung selama lebih dari satu bulan.
Baru pada Senin (17/11/2014), KIH dan KMP meneken kesepakatan damai setelah sebelumnya para tokoh senior dari kedua kubu melakukan upaya perddamaian. Konsekuensinya, KIH mendapatkan satu kursi pimpinan di setiap komisi dan AKD. Kesepakatan ditandatangani oleh Hatta Rajasa dan Idrus Marham (KMP) serta Pramono Anung dan Olly Dondokambey (KIH).
"Jadi tidak ada KMP dan KIH. Yang ada hanya DPR RI," kata Setya saat itu.