Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika "Blusukan" Jokowi Dibatalkan

Kompas.com - 01/10/2015, 15:11 WIB

Oleh: Taufik Ikram Jamil

JAKARTA, KOMPAS - Pembatalan blusukan Presiden Joko Widodo ke Jambi dan Riau, akhir pekan lalu, karena dihadang asap sungguh memilukan.

Ini juga memperlihatkan bahwa hasil pembakaran lahan tersebut telah menaklukkan aktivitas pejabat tertinggi di negara terbesar nomor empat dunia dengan penduduk melebihi 240 juta orang itu. Padahal, Jokowi hendak datang dengan pesawat khusus, pesawat kepresidenan RI, diapit gambar burung garuda yang perkasa dengan kepak mengembang membelah udara.

Sudah barang tentu pembatalan blusukan itu sama sekali tidak menunjukkan kekurangan empati negara kepada nasib rakyat yang menderita akibat asap tersebut, paling tidak ini dirasakan 5 juta penduduk. Pembatalan itu juga bukanlah tipe sosok sekaliber Jokowi untuk menghindar dari suasana merasakan langsung derita masyarakat. Masuk parit, berada di tempat kumuh, bukanlah sesuatu yang aneh bagi Jokowi.

Terlebih lagi, pembatalan itu pasti bukan memperlihatkan perangai negara yang asyik membangun sembari mengabaikan kepentingan masyarakat kecil. Serangan asap di Riau itu, misalnya, terjadi seiringan dengan pembukaan kebun sawit dan hutan tanaman industri (HTI) besar-besaran, sekitar 4 juta hektar sejak zaman Orde Baru, sebagian besar telah berdampak buruk bagi masyarakat. Pembukaan lahan itu sendiri dilakukan tidak saja oleh perusahaan nasional, tetapi juga milik negara luar, termasuk Malaysia dan Singapura.

Sebagaimana diselidiki Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, telah terjadi sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan sawit serta HTI pada sekitar 240 titik, yang dengan sendirinya mengandung potensi konflik. Selain itu, kesempatan masyarakat tempatan membuka kebun baru kini sudah menjadi amat terbatas, sementara jumlah penduduk terus bertambah. Selebihnya, setiap tahun rakyat didera asap, malah sampai tiga bulan dalam dua masa, di awal dan pertengahan tahun.

Pastilah Jokowi amat sedih dengan pembatalan blusukan-nya itu. Sebab, ia sendiri tahu bahwa kunjungan seorang kepala negara, apalagi di tengah masyarakat yang masih paternalistik, dipastikan menjadi setawar dan sedingin dari rasa suatu sakit. Untuk itulah, agaknya ia akan menyesal kalau tahu bahwa agenda blusukan itu masih bisa dilakukan pada saat dijanjikan akhir pekan lalu kalau sedikit ada ikhtiar lain yang kreatif.

Caranya? Ia tak perlu memaksakan diri mendarat di Jambi, sebagaimana direncanakan semula, yang ternyata dihadang asap tersebut. Seperti selalu dilakukan pejabat Riau dalam dua bulan terakhir, mereka ke dan dari Pekanbaru-Jakarta melalui Padang, yang kiranya bisa ditiru Jokowi. Menggunakan mobil dari Padang selama empat jam, Jokowi sudah bisa sampai ke Riau. Pakai helikopter dari Padang tentu akan lebih mempersingkat perjalanan pada rute itu.

Hampir tanpa matahari

Dari fakta pembatalan blusukan ke Riau dan Jambi ini, Jokowi pasti merasakan aktivitas seorang kepala negara saja bisa terganggu akibat asap, apalagi kegiatan masyarakat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com