Sekolah buka-tutup, bandar udara tersendat-sendat, yang kesemuanya sudah terjadi hampir dua bulan. Hampir tanpa matahari pada siang bolong, tetapi panasnya menembus angka 32 derajat celsius. Dalam keadaan begini, listrik mati dua kali sekejap pula, seperti terjadi baru-baru ini (25-26/9).
Paling parah tentu berkaitan dengan kesehatan karena asap bercampur partikel—yang lebih tepat disebut jerebu dalam ungkapan Melayu—itu tidak saja mengganggu paru-paru, tetapi juga dapat masuk ke dalam darah, menimbulkan kanker pada otak. Tidak berlebihan kalau Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar mengatakan, sesungguhnya Riau kini tidak lagi layak huni. Orang-orang asing di Riau, seperti Malaysia dan Singapura, memang telah mengungsi ke negara asal mereka, tetapi bagaimana dengan sebagian besar masyarakat Riau?
Alhasil, tak mengherankan, serangan pada pernapasan melonjak drastis. Pada awal September saja sudah hampir 30.000 orang terserang gangguan pernapasan di Riau, bahkan telah merenggut dua korban jiwa. Bagaimana kalau angka ini diakumulasi dalam belasan tahun seiringan dengan awal serangan asap ke Riau tersebut? Celakanya pula, kondisi semacam ini diperkirakan akan terjadi sampai bulan November mendatang. Alamak....
Tak terkecuali juga berkaitan dengan ekonomi rakyat sebab asap pasti memengaruhi komoditas perkebunan wong cilik, seperti karet dan kelapa, apalagi hortikultura. Belum lagi berkaitan dengan lahan rakyat biasa juga ikut terbakar setiap kali musim semacam ini. Tahun lalu,misalnya, tak kurang dari 50.000 hektar kebun rakyat Riau,terutama kebun sagu di Kabupaten Meranti, habis terpanggang dilalap si jago merah tersebut.
Di atas semuanya itu, pasti, meski membatalkan blusukan-nya tersebut, Jokowi tetap berpikir bagaimana sekurang-kurangnya asap tidak muncul lagi tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Ia juga pasti berpikir bagaimana memulihkan kesehatan warga dari akumulasi korban asap ini, selain mengembalikan hak rakyat atas lahan. Iya, kan?
Taufik Ikram Jamil
Sastrawan, korban kabut asap di Riau
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Ketika 'Blusukan' Jokowi Dibatalkan".