Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Kampanye dan Balada Kejujuran

Kompas.com - 22/09/2015, 15:00 WIB

Kendati sistem yang dibentuk pada pilkada serentak sudah lebih baik, harapan pelaporan taat asas masih jauh panggang dari api. Hal ini setidaknya disimpulkan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz dan Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), setelah mengamati LADK.

JPPR mengunduh dokumen LADK dari 541 pasangan calon yang sudah diunggah di laman KPU. Hasilnya lumayan bikin geleng-geleng kepala. Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen) melaporkan dana awal kampanyenya "hanya" berkisar Rp 0 hingga Rp 10 juta. Ada satu pasangan calon yang mencantumkan saldo Rp 0 serta ada dua pasangan calon yang mencantumkan Rp 50.000 sebagai saldo awal dana kampanye mereka.

"Ini seperti mereka hanya sekadar formalitas saja melaporkan dana awal kampanye. Dari dokumen ini, masyarakat belum bisa melihat dana riil pasangan calon," kata Titi.

Masykurudin menyayangkan langkah sebagian besar pasangan calon ini. Menurut Masykurudin, semangat undang-undang mewajibkan pasangan calon memasukkan LADK ialah untuk melihat proses "evolusi" dana kampanye. Ini juga yang membuat pasangan calon harus melaporkan rekening khusus dana kampanye. Harapannya, penggunaan dana kampanye bisa terkontrol sehingga tidak ada transaksi janggal.

Soalnya, dana kampanye berkait erat dengan potensi korupsi politik, baik belanja untuk kepentingan pribadi maupun politik balas jasa kepada para penyumbangnya. Jika tak diawasi maksimal, potensi korupsi politik ini meningkat.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengakui, pelaporan dana kampanye ini sangat bergantung pada tingkat kejujuran para peserta pilkada terhadap pemilu. Ida berharap para peserta pilkada jujur. Menurut dia, LADK masih tahapan awal sehingga lebih menekankan pada penjelasan saldo awal rekening mereka berikut sumber dana, baik pribadi maupun sumbangan awal, serta apakah dana itu sudah ada yang digunakan.

"Bulan Oktober nanti akan kelihatan perkembangan sumbangan yang mereka terima. Setelah itu, kemudian ada laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye 6 Desember mendatang," kata Ida.

Titi menilai, KPU juga harus transparan kepada masyarakat. Sayangnya, kata Titi, keterbukaan dan transparansi KPU ini belum mampu diimbangi Badan Pengawas Pemilu. "Bawaslu harus terbuka terhadap hasil penanganan pelanggaran yang mereka tangani sehingga publik tahu Panwaslu sudah melakukan apa dan apa kendala yang dihadapi. Itu yang selama ini kami harapkan. Dari sisi keterbukaan data, Bawaslu tertinggal dibandingkan KPU," katanya.

Tampaknya masih banyak pekerjaan rumah KPU dan Bawaslu untuk membuat peserta pilkada jujur. Tentu Anda tak mau punya kepala daerah yang tak jujur, bukan?

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 5 dengan judul "Dana Kampanye dan Balada Kejujuran".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com