Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Kampanye dan Balada Kejujuran

Kompas.com - 22/09/2015, 15:00 WIB

Oleh: Antony Lee

JAKARTA, KOMPAS - Sistem pelaporan dana kampanye pasangan calon pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015 sudah lebih baik dibandingkan dengan pilkada yang lalu. Akan tetapi, sistem ini masih sangat bergantung pada kejujuran pasangan calon dalam menyusun laporan. Sayangnya, dokumen laporan awal dana kampanye belum menunjukkan ada kejujuran. Apalah arti aturan bagus kalau kita tidak menjalankannya?

Ada begitu banyak harapan pada pemilihan kepala daerah serentak 9 Desember 2015. Ia digadang-gadang mampu menghasilkan sistem pemerintahan daerah yang lebih kuat, menjadi model pemilihan yang efektif dan efisien, melahirkan sistem pemilihan yang berkeadilan, serta menumbuhkan transparansi penyelenggaraan, baik oleh penyelenggara maupun peserta.

Nah, semangat transparansi itu salah satunya hendak dibangun lewat penggunaan dana kampanye yang transparan dan akuntabel. Selama ini, tim sukses harus melaporkan sumbangan dana kampanye dua kali, yakni sehari sebelum kampanye dan sehari setelah kampanye berakhir. Selanjutnya, tim sukses juga wajib melaporkan penggunaan dana kampanye tiga hari setelah pemungutan suara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mengatur dua hal itu.

Pelaporan dana kampanye juga diatur lebih ketat dalam UU No 8/2015 tentang Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pilkada. Dalam aturan ini, pelaporan dana kampanye dilakukan tiga tahap. Pertama, laporan awal dana kampanye (LADK) yang harus diserahkan pasangan calon sehari sebelum masa kampanye. Kedua, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) yang harus diserahkan. Terakhir, calon harus menyerahkan laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye (LPPDK) tiga hari sebelum pemungutan suara.

Pelaporan ini didesain untuk melihat evolusi penggunaan dana peserta pilkada, mulai dari modal awal, sumbangan, hingga posisi neraca keuangan pendapatan dan belanja kampanye. Tujuannya juga untuk menilai kepatuhan peserta berkampanye karena pada pilkada serentak, pasangan calon tidak boleh membelanjakan uang melebihi plafon yang biaya kampanye ditetapkan KPU daerah.

Bisa dibatalkan

Untuk memastikan ketaatan ini pula, KPU mempercepat tenggat waktu pelaporan dana kampanye dari tiga hari setelah pemungutan suara menjadi tiga hari sebelum pemungutan suara. Maklum, sesuai dengan aturan, KPU daerah bisa membatalkan kepesertaan pasangan calon yang tidak melaporkan dana kampanye.

"Ini kami terapkan juga pada Pemilihan Umum 2014 lalu. Tetapi, untuk pilkada baru kali ini," kata komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah.

Kendati sistem yang dibentuk pada pilkada serentak sudah lebih baik, harapan pelaporan taat asas masih jauh panggang dari api. Hal ini setidaknya disimpulkan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz dan Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), setelah mengamati LADK.

JPPR mengunduh dokumen LADK dari 541 pasangan calon yang sudah diunggah di laman KPU. Hasilnya lumayan bikin geleng-geleng kepala. Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen) melaporkan dana awal kampanyenya "hanya" berkisar Rp 0 hingga Rp 10 juta. Ada satu pasangan calon yang mencantumkan saldo Rp 0 serta ada dua pasangan calon yang mencantumkan Rp 50.000 sebagai saldo awal dana kampanye mereka.

"Ini seperti mereka hanya sekadar formalitas saja melaporkan dana awal kampanye. Dari dokumen ini, masyarakat belum bisa melihat dana riil pasangan calon," kata Titi.

Masykurudin menyayangkan langkah sebagian besar pasangan calon ini. Menurut Masykurudin, semangat undang-undang mewajibkan pasangan calon memasukkan LADK ialah untuk melihat proses "evolusi" dana kampanye. Ini juga yang membuat pasangan calon harus melaporkan rekening khusus dana kampanye. Harapannya, penggunaan dana kampanye bisa terkontrol sehingga tidak ada transaksi janggal.

Soalnya, dana kampanye berkait erat dengan potensi korupsi politik, baik belanja untuk kepentingan pribadi maupun politik balas jasa kepada para penyumbangnya. Jika tak diawasi maksimal, potensi korupsi politik ini meningkat.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengakui, pelaporan dana kampanye ini sangat bergantung pada tingkat kejujuran para peserta pilkada terhadap pemilu. Ida berharap para peserta pilkada jujur. Menurut dia, LADK masih tahapan awal sehingga lebih menekankan pada penjelasan saldo awal rekening mereka berikut sumber dana, baik pribadi maupun sumbangan awal, serta apakah dana itu sudah ada yang digunakan.

"Bulan Oktober nanti akan kelihatan perkembangan sumbangan yang mereka terima. Setelah itu, kemudian ada laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye 6 Desember mendatang," kata Ida.

Titi menilai, KPU juga harus transparan kepada masyarakat. Sayangnya, kata Titi, keterbukaan dan transparansi KPU ini belum mampu diimbangi Badan Pengawas Pemilu. "Bawaslu harus terbuka terhadap hasil penanganan pelanggaran yang mereka tangani sehingga publik tahu Panwaslu sudah melakukan apa dan apa kendala yang dihadapi. Itu yang selama ini kami harapkan. Dari sisi keterbukaan data, Bawaslu tertinggal dibandingkan KPU," katanya.

Tampaknya masih banyak pekerjaan rumah KPU dan Bawaslu untuk membuat peserta pilkada jujur. Tentu Anda tak mau punya kepala daerah yang tak jujur, bukan?

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 5 dengan judul "Dana Kampanye dan Balada Kejujuran".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com