Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra: Potensi "Mark Up" 7 Proyek DPR Sangat Tinggi

Kompas.com - 26/08/2015, 14:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik rencana pembangunan tujuh proyek di Kompleks Parlemen Senayan. Alasannya, pembahasan proyek yang akan menelan biaya Rp 2,7 triliun itu dari awal berjalan tidak transparan.

"Hingga saat ini belum jelas Rp 2,7 triliun itu untuk pembiayaan apa saja. Potensi mark up pembangunan 7 proyek gedung DPR ini diprediksi sangat tinggi," kata Sekjen Fitra Yenny Sucipto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/8/2015).

Terlebih lagi, lanjut Yenny, hingga saat ini belum jelas akan diambil dari mana dana 2,7 triliun itu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. DPR hanya menjelaskan bahwa proyek ini dianggarkan secara tahun jamak atau multiyears. (baca: Ketua Banggar Khawatir Gedung DPR Runtuh)

Menurut dia, Fitra menemukan dugaan pembiayaan gedung akan diambil dari dana optimalisasi setiap tahun. Padahal, dana ini seharusnya diperuntukkan untuk cadangan risiko fiskal. Jika dana ini diambil, maka berdampak pada daerah khususnya terhambatnya peningkatan kesejahteraan rakyat di pelosok.

"Rakyat menjadi tetap miskin. Jadi ini bukti politik anggaran DPR sungguh menyakiti rakyat," ucap Yenny. (baca: F-PKB: Jangan Tunggu Kecelakaan Baru Bangun Gedung Baru DPR)

Saat ekonomi nasional sedang lemah seperti sekarang ini, menurut Yenny, tidak layak DPR ngotot mengambil alokasi Rp 2,7 triliun dari APBN. Hal ini akan semakin menambah defisit negara yang mencapai Rp 278 triliun.

Daripada untuk membangun 7 proyek DPR, lebih baik anggaran dipakai untuk meminimalkan defisit negara dan mengurangi utang luar negeri di saat rupiah melemah terhadap dollar AS. (baca: Kondisi Ekonomi Mengkhawatirkan, F-Demokrat Minta 7 Proyek DPR Ditunda)

"Ruang fiskal APBN kita sempit sehingga belanja publik kecil. Tidak layak jika DPR menutup mata dan membiarkan masyarakat tidak menikmati jaminan kesehatan dan pendidikan, namun justru DPR bermewah-mewah dengan proyek pembangunan gedung," tambah dia.

Atas alasan tersebut, Fitra meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk menolak secara tegas rencana pembangunan 7 proyek DPR.

"Jika dipaksakan dan batal, maka seperti 2010. Anggaran negara untuk praperencanaan kisaran senilai Rp 7-15 miliar akan menguap sia sia," ucapnya.

DPR merencanakan membangun gedung untuk ruang kerja anggota, alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.

Anggaran untuk proyek tersebut mencapai Rp 2,7 triliun, yang akan dibiayai secara multiyears atau tahun jamak. (baca: Ketua Banggar: 7 Proyek DPR Butuh Anggaran Rp 2,7 Triliun)

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya menanggapi santai rencana proyek tersebut. Ia tak menyampaikan menolak atau menyetujui rencana pembangunan ketujuh proyek yang digagas Tim Implementasi Reformasi itu.

"Gedung DPR kegedean masuk buku APBN," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Selasa (25/8/2015). (baca: Apa Kata Menteri Keuangan soal Rencana Pembangunan 7 Proyek DPR?)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com