JAKARTA, KOMPAS.com - Di hadapan panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jimly Asshidiqie meralat ucapannya soal hukuman mati bagi koruptor. Jimly mengaku ucapannya ketika itu hanya ungkapan emosi sesaat setelah mantan Ketua MK Akil Mochtar ditangkap KPK.
"Jadi kalau kita mengikuti emosi, saya setuju. Pas Akil begitu, bahkan saya memang bilang hukum mati saja. Tapi untuk membangun public policy, kita harus berpikir agak jauh," ujar Jimly dalam tes wawancara terbuka di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Saat itu, Jimly ditanya oleh anggota Pansel KPK Harkristuti Harkrisnowo soal pantaskah seorang koruptor dihukum mati. Tuti, sapaan perempuan guru besar hukum itu, menyinggung pula soal pernyataan Jimly bahwa Akil layak dihukum mati. (baca: Jimly: Akil Mochtar Pantas Dihukum Mati)
Menurut Jimly, sebagai sebuah kebijakan, hukuman mati memang harus dikaji secara matang. Terlebih lagi, Pancasila mencantumkan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.
"Maka kalau pertanyaannya untuk koruptor perlu hukum mati, saya rasa sebaiknya tidak," kata Jimly.
Dia berpendapat, saat ini yang sebaiknya dilakukan adalah perampasan harta. Metodologi hukuman yang lebih mengarah penyitaan harta dan kekayaan dianggapnya lebih tepat.
"Pada dasarnya kini sudah mulai beralih perspektifnya dari orang ke harta dalam TPPU (tindak pidana pencucian uang) karena memang yang dirugikan adalah keuangan negara. Maka sanksinya pun harus dialihkan ke sana," ucap dia.
Jimly merupakan satu di antara tujuh capim KPK yang menjalani tes wawancara terbuka bersama sembilan orang anggota Pansel hari ini. Proses wawancara terbuka dilakukan pada 24-26 Agustus dengan total peserta yang dites mencapai 19 orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.