Aan juga mengatakan, tudingan MUI dimana BPJS Kesehatan mengandung unsur yang dilarang oleh agama Islam, seperti "maysir", "gharar", dan riba tidak seharusnya dipandang sebelah mata. (baca: MUI: BPJS Kesehatan Tidak Pernah Konsultasi dengan Kami)
Walaupun tidak memasukkan unsur syariah, BPJS Kesehatan jelas merupakan instrumen tolong-menolong (ta'awun) yang berbasis kegotongroyongan untuk menjamin terlindunginya tujuan syariah (maqashid al-syariah), melindungi jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), kebebasan berpikir (al-aql), harta benda (al-maal) dan kemerdekaan beragama/ berkeyakinan (al-din).
Menurut Aan, status fatwa MUI tersebut tidak mengikat dan pemerintah tidak wajib mengikuti fatwa MUI. Namun, kritik tersebut dinilai perlu diapresiasi. Dalam praktiknya, masih banyak kelemahan dan implementasi BPJS Kesehatan.
Ia berharap, ke depan negara harus berupaya tidak lagi membebani rakyat dengan pembayaran premi karena mereka sudah membayar pajak.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek sebelumnya menyatakan bahwa BPJS tidak terganggu meski ada fatwa MUI. (baca: Menkes Pastikan BPJS Kesehatan Tidak Terganggu Fatwa MUI)
Nila mengaku memantau reaksi masyarakat melalui berita di media massa setelah adanya fatwa MUI tentang BPJS. Menurut Nila, masyarakat tetap memerlukan BPJS sebagai program jaminan kesehatan.
Meski demikian, Nila menyatakan bahwa Dewan Jaminan Sosial Nasional (JSN) akan berdialog dengan MUI. (baca: Presiden Instruksikan BPJS Kesehatan Berdialog dengan MUI)
Ia menyebutkan, Dewan JSN telah mengirimkan surat permohonan dialog pada MUI. Menurut Nila, Dewan JSN telah menyiapkan bahan yang akan disampaikan kepada MUI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.