Padahal, dewan pertimbangan yang dipimpinnya sesuai AD/ART bertugas memberikan masukan, baik diminta atau tidak terhadap putusan-putusan yang akan diambil oleh DPP.
Dewan pertimbangan selama ini, menurut dia, sangat aktif dan bahkan pada pertemuan terakhir, Aburizal sempat hadir dan menjelaskan bahwa masalah akan segera selesai. Namun, sama sekali tidak diceritakan langkah yang diambil.
"Ya, kita sempat bertemu, tapi tidak ada satupun pernyataan Aburzal terkait langkahnya ini," katanya.
Yakin tak selesai
Akbar berpendapat, dari awal dirinya yakin konflik ini tidak akan bisa selesai. Keyakinan Akbar itu terlihat ketika kubu Agung mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kubu Aburizal mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Barat.
"Setelah ada dua gugatan ini kami perkirakan nggak akan selesai sebelum pilkada serentak," katanya.
Saat itu, Akbar dan kawan-kawan di dewan pertimbangan pun memperkenalkan dilakukannya munaslub. Menurut dia, hal itu diperintahkan oleh AD/ART Partai Golkar. Munaslub dapat dilakukan jika Partai Golkar terancam.
AD/ART menggariskan jika partai terancam bisa dilakukan munaslub, dalam hal ini terancam tidak bisa ikut pilkada.
"Ini bisa dilakukan asalkan disetujui oleh 2/3 DPD I. Tapi saat itu Aburizal yakin hal ini bisa diselesaikan sebelum tanggal 20 April," katanya.
"Saat ini ada proses kasasi, saya tidak melihat dalam perspektif hukum atau pengadilan bisa selesai dalam waktu cepat," tambah Akbar.
Usulan itu diakui Akbar diajukan oleh dewan pertimbangan meski saat itu dirinya yakin bahwa Munas Bali sah.