Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bareskrim Minta PPATK Telusuri Aliran Dana Korupsi Kondensat

Kompas.com - 18/05/2015, 19:09 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri bertemu pejabat Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, Senin (18/5/2015) siang. Penyidik memaparkan dugaan perkara korupsi penjualan kondensat yang melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI).

"Harapan kami PPATK bisa menelusuri aliran dana korupsi dari penjualan kondensat," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak di kompleks Mabes Polri, Senin (18/5/2015).

Victor mengatakan bahwa penyidiknya telah menyasar beberapa rekening yang diduga kuat tempat mengendapkan uang hasil korupsi. Tapi, penyidik tidak memiliki perangkat untuk menelaah aktivitas rekening tersebut sehingga mesti diserahkan ke PPATK sebagai lembaga yang berwenang. Victor belum mau menyebut identitas pemilik rekening yang dikabarkan berjumlah empat.

Pada Maret 2009 lalu, SKK Migas menyetujui kontrak penjualan kondensat dengan PT TPPI. Kerja sama tersebut menuai kerugian negara. Pada 2010 misalnya, PT TPPI tak menyerahkan uang hasil penjualan kondensat sebesar USD 208 juta.

PT TPPI sempat membayar sebesar USD 140 juta. Namun, PT TPPI kembali tidak menyerahkan hasil penjualan pada tahun 2011 sebesar USD 31 juta. Akhir tahun 2011, tercatat total tunggakan PT TPPI mencapai USD 142 juta ditambah pinalti lantaran mengendapkan uang negara.

"Hasil penjualan itu kan PT TPPI mendapatkan untung. Ini berdasarkan penyelidikan dan penyidikan kami. Nah, kita mau menelusuri ke mana aliran uang ini?" ujar Victor.

Victor mengatakan bahwa penyidiknya telah memberikan petunjuk yang lengkap kepada PPATK untuk menelusuri rekening yang diminta. PPATK pun, lanjut Victor, telah memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membantu kepolisian secepat mungkin.

"Penyidik sudah membentuk semacam wakil, begitu juga PPATK yang bertugas untuk saling mengomunikasikan hasil PPATK dan apa lagi yang dibutuhkan mereka. Kami harapkan kerjasama ini berbuah baik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Victor.

Penyidik Tipideksus Bareskrim Polri tengah mengusut dugaan korupsi dan pencucian uang yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Kasus ini diduga melibatkan pejabat PT TPPI dan pejabat dari SKK Migas. Ada tiga tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini yakni HW, RP dan DH. Ketiganya belum pernah diperiksa sebagai tersangka.

Tahun 2009, SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI. Tapi tidak melalui ketentuan yakni Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-20/BP0000/2003-SO tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-SO tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Konsensat Bagian Negara.

Tindakan itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com