Sebaliknya, menurut PD, sikap penyeimbang sudah jelas. Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam satu kesempatan mengumpamakan posisi partainya seperti Indonesia di masa perang dingin antara blok Amerika Serikat dan Uni Soviet. Saat itu Indonesia memainkan peran sebagai nonblok. Partai Demokrat tidak masuk KIH dan KMP, namun seperti Indonesia ketika itu, partai Demokrat mengambil posisi nonblok. Dengan posisi itu, PD bebas melakukan komunikasi dengan KMP maupun KIH.
Cenderung ke KMP
Meski menyatakan diri sebagai penyeimbang, komunikasi politik PD cenderung lebih banyak berdekatan dengan KMP. Hal ini misalnya ketika dalam Pemilihan Presiden 2014, PD mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Saat pemilihan pimpinan DPR dan penentuan pimpinan alat kelengkapan DPR, Demokrat juga bergabung bersama KMP. Hal yang sama juga terjadi pada pemilihan pimpinan MPR.
Kecenderungan kedekatan PD dengan KMP, tidak lepas dari kesamaan tujuan dan kepentingan. Namun, boleh jadi PD juga tengah memosisikan sebagai kekuatan penentu di tengah tarikan dua koalisi. Dengan modal 61 kursi di DPR, PD menjadi bandul politik yang turut menentukan arah politik.
Dalam pendekatan koalisi politik, PD tengah memadukan apa yang diungkap oleh William Riker (1962) dan Robert Axelrod (1970). Riker menyebut koalisi politik harus diwujudkan dengan merebut kemenangan minimum atau mengutamakan jumlah kekuatan antarpartai peserta koalisi. Sementara Axelrod berpendapat, hal utama dari koalisi adalah kesamaan tujuan kebijakan dibandingkan suara atau kursi semata. PD tengah memaksimalkan keduanya, di satu sisi memainkan perannya dengan jumlah kursi di parlemen yang cukup menentukan. Di sisi lain kesamaan kepentingan jadi modal bagi partai ini memainkan peran sebagai penyeimbang.
Jalan tengah
Publik menangkap PD sebagai partai penyeimbang cenderung positif bagi partai ini. Separuh lebih responden setuju dengan pilihan PD sebagai penyeimbang. Sikap ini tidak saja ditunjukkan oleh kelompok responden pemilih PD. Kelompok responden bukan pemilih partai ini pun lebih banyak setuju dengan langkah ini.
Meskipun demikian, ada kecenderungan yang berbeda di antara kedua kelompok responden. Pemilih PD lebih melihat pilihan menjadi penyeimbang sebagai pilihan yang jelas. Sebaliknya kelompok responden bukan pemilih PD cenderung menganggap pilihan menjadi penyeimbang bukanlah pengambilan posisi yang jelas, apakah sebagai pendukung atau oposan terhadap pemerintah.
Betapapun, pilihan Demokrat menjadi penyeimbang di antara kedua koalisi partai, membawa keuntungan tersendiri. Sebanyak 56,3 persen responden yang menilai posisi tersebut sebagai pilihan yang jelas dan tidak membingungkan, menyebut PD akan dilihat sebagai partai politik yang netral, tidak berpihak pada KIH dan KMP. Posisi netral akan memudahkan partai ini untuk berkiprah di panggung politik nasional.
Apakah menjadi partai penyeimbang membawa keuntungan lain bagi PD selain persepsi positif sebagai partai netral? Dalam soal insentif elektoral sebenarnya tidak berdampak kuat. Namun, pilihan menjadi partai penyeimbang diyakini publik akan lebih besar menyumbang dukungan suara dibandingkan bergabung ke KIH atau KMP.
Kini tentu pilihannya tetap pada PD, apakah bertahan sebagai partai penyeimbang atau beralih ke salah satu koalisi. Namun, jika melihat kecenderungan yang muncul, potensi tetap memainkan peran sebagai penyeimbang lebih besar. Masih dinginnya hubungan antara SBY dan Megawati, misalnya, tentu menjadi faktor ”perintang” PD bergabung ke KIH. Sementara untuk bergabung secara penuh dalam KMP, tentu perlu pertimbangan khusus mengingat posisi SBY sebagai presiden ke-6 RI.
Dalam panggung politik yang diramaikan oleh kontestasi dua koalisi partai, tentu pilihan menjadi partai penyeimbang adalah jalan tengah strategis yang sah-sah saja dilakukan sebuah partai seperti Partai Demokrat. (YOHAN WAHYU/Litbang Kompas)
*Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2015 dengan judul "Politik Penyeimbang Pilihan Demokrat".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.