Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deparpolisasi Pemerintah

Kompas.com - 16/04/2015, 15:05 WIB

Selain jabatan politik, di dalam birokrasi pemerintahan kita dikenal juga jabatan negara. Jabatan negara ini mulai dikenal sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Beliau tidak menyukai politik oleh karena itu kekuatan politik yang mendukung pemerintahannya tidak disebut partai politik melainkan disebutnya sebagai Golongan Karya. Jabatan negara ini baik sekali dijadikan pengganti jabatan politik, artinya semua jabatan politik yang berasal dari kekuatan politik yang memimpin birokrasi pemerintah-mulai dari presiden dan wakil presiden, hingga para menteri, gubernur, bupati dan wali kota-disebut pejabat negara.

Pejabat negara ini adalah pejabat yang menjalankan tugas-tugas negara untuk seluruh rakyat tanpa tersekat oleh rakyat yang berada di kelompok parpol tertentu. Kaitan dengan aspirasi kekuasaan dari parpol tertentu mulai menipis. Akan tetapi, aspirasi bangsa dan seluruh rakyat negara mulai menebal. Di dalam ilmu politik pun dikenal semboyan ketika loyalitas negara dan pemerintah memanggil, loyalitas ke partai politik mulai dikurangi. Barangkali semboyan ini tidak termasuk dan dapat digolongkan ke dalam pemahaman deparpolisasi pemerintah.

Rangkap jabatan

Rangkap jabatan antara jabatan pimpinan parpol dan pejabat negara (pejabat politik) telah lama dikeluhkan. Rangkap jabatan dilihat dari perspektif apa pun- etika, manajemen, sosial, politik, ekonomi, apalagi tuntunan agama-adalah kurang patut. Selain kurang patut dan tidak etis, rangkap jabatan itu merupakan saluran untuk berbuat menyimpang atau berkecamuknya konflik kepentingan, seperti layaknya bercampurnya perkara yang hak dan yang batil.

Penggunaan fasilitas negara tidak mungkin bisa dihindarkan oleh pejabat tersebut, baik besar maupun kecil, disadari atau tidak, ketika pejabat tersebut melakukan tugas aktivitas yang sulit dibedakan antara tugas negara atau tugas partainya. Seorang menteri yang merangkap jabatan pimpinan partai suatu hari meresmikan proyek pembangunan pemerintah di luar Jawa dan sore harinya membuka rapat kerja partainya, bisakah menteri tersebut membedakan tiket dan biaya perjalanan serta akomodasi yang dipergunakan yang dibiayai negara dan yang dibiayai partainya?

Belum lagi kalau pejabat negara itu adalah presiden atau kepala negara yang merangkap sebagai ketua umum parpol, yang sedang kampanye untuk partainya. Itu baru menyangkut tiket yang biayanya sedikit. Bagaimana kalau biayanya besar, menggunakan pesawat yang disewa negara, dijaga keamanannya oleh pengawal kepresidenan, diiringi para ajudan presiden, menggunakan hotel yang dibiayai negara dan fasilitasnya besar. Bukankah ini saluran penyimpangan yang seharusnya disadari oleh pribadi pejabat negara tersebut?

Sistem dari suatu perbuatan yang tidak etis ini seharusnya sudah diperbaiki dalam reformasi birokrasi pemerintah semenjak masa Reformasi ini karena gejala ini sudah lama benar berlaku dalam riwayat birokrasi pemerintah kita semenjak Orde Lama, Orde Baru, dan yang sekarang ini. Kalau ini dilakukan, itu bukan deparpolisasi di dalam birokrasi pemerintah, melainkan menata lebih baik suatu sistem pemerintahan yang lebih baik dan jujur.

Miftah Thoha
Guru Besar Magister Administrasi Publik UGM dan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI)

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Kamis (16/4/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com