Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deparpolisasi Pemerintah

Kompas.com - 16/04/2015, 15:05 WIB


Oleh: Miftah Thoha

JAKARTA, KOMPAS - Deparpolisasi pemerintah, istilah ini begitu menyengat ingatan saat pidato politik Megawati Soekarnoputri-Ketua Umum PDI Perjuangan terpilih di Kongres PDI Perjuangan IV-disampaikan pada Kamis (9/4/2015) di Bali. Deparpolisasi pemerintah memiliki arti, ada upaya untuk menghilangkan peran partai politik di dalam proses pemerintahan.

Benarkah demikian, mengingat bahwa pemerintahan yang demokratis itu bisa tercipta jika parpol berperan sangat aktif di dalamnya. Sementara dalam adagium ilmu politik dikenal "when politic end administration begin". Adagium ini menegaskan bahwa hubungan politik (parpol) dan administrasi (pemerintah) tidak bisa harus dihilangkan. Manakala pemilu berakhir, ketika proses politik berakhir dan pemerintah mulai terbentuk, parpol berperan aktif dalam membentuk dan proses kegiatan pemerintahan.

Keterlibatan parpol dalam proses pemerintahan sudah mulai terbentuk semenjak awal kemerdekaan di dalam sistem pemerintahan presidensial. Lebih tepatnya semenjak keluarnya Maklumat X Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1945, kehidupan parpol mulai ramai di dalam pemerintahan kita. Namun, semenjak dahulu sampai detik ini hubungan keduanya belum pernah ditata dan dibicarakan dengan baik sehingga melahirkan tata kepemerintahan yang baik. Semenjak itu sampai sekarang kecuali pada masa pemerintahan Orde Baru keterlibatan parpol sangat dominan.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, deparpolisasi sangat efektif dilakukan. Walaupun pada saat itu ada dua parpol yang sah dan resmi diakui, selama 32 tahun pemerintahan tidak pernah kedua partai politik tersebut berperan serta di dalam pemerintahan. Ketika itu, deparpolisasi dilakukan secara komplet.

Partai politik di pemerintahan

Dahulu di awal kemerdekaan pemerintahan dipimpin oleh koalisi parpol. Salah satu tokoh atau ketua parpol ditunjuk oleh presiden sebagai formatur untuk membentuk kabinet. Setelah terjadi kesepakatan beberapa parpol terbentuklah kabinet yang dipimpin perdana menteri dan wakilnya. Kabinetnya sering disebut kabinet sesuai nama tokoh yang memimpin kabinet itu. Selang beberapa bulan atau waktu ada mosi tidak percaya dari kekuatan parpol lain sehingga jatuhlah kabinet itu dan diganti kabinet baru.

Silih bergantinya kabinet parpol tersebut berlangsung sampai berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mulailah pemerintahan kabinet presidensial dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan sistem Demokrasi Terpimpin sampai 1966. Bung Karno di dalam memimpin pemerintahan masih juga melibatkan tokoh parpol yang disederhanakan oleh beliau menjadi tiga kekuatan parpol Nasakom. Selain dari tokoh parpol Nasakom, Bung Karno juga mengundang tentara dalam pemerintahannya. Dari perjalanan sejarah pemerintahan kita ini-selain semasa pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto-parpol berperan aktif dan tidak ada istilah deparpolisasi.

Seperti kita ketahui bersama di dalam birokrasi pemerintahan terdapat suatu sistem jabatan yang sudah terbina dan tersusun untuk menjalankan suatu manajemen pemerintahan. Jabatan itu kita kenal sebagai jabatan karier birokrasi pemerintah. Suatu jabatan yang didapatkan karena ia diangkat oleh pejabat yang berwenang dan dibatasi oleh usia pensiun. Jabatan itu, setelah datangnya orang- orang parpol memimpin pemerintahan, berada di bawah atau sebagai subordinasi dari jabatan politik.

Selama ini, terutama dalam upaya melakukan reformasi birokrasi, belum pernah ditata dan disusun sebagai suatu sistem tata hubungan yang baik antara jabatan dari orang-orang politik dan jabatan dari orang-orang karier birokrasi di dalam pemerintahan. Hubungan yang berlaku selama ini adalah hubungan antara kekuasaan (power) dari pejabat yang memimpin dengan pejabat yang dipimpin. Dengan kata lain hubungan antara parpol yang merasa menguasai pemerintahan atau sumber daya suatu departemen pemerintah dengan parpolnya. Dahulu suatu departemen itu dipimpin oleh pimpinan parpol tertentu, mulai dari hierarki jabatan menteri sampai pada pegawai paling bawah di daerah ditempati oleh orang-orang politik yang sama. Sekarang cara-cara semacam itu masih hendak dilanjutkan. Apakah ini yang dimaksudkan dengan adanya deparpolisasi, yang ingin mengukuhkan kekuasaan parpol dari hierarki paling atas sampai pada hierarki paling bawah dalam tata birokrasi pemerintah?

Jabatan negara dan jabatan politik

Perjalanan demokrasi semenjak Era Reformasi ini telah berjalan hampir 16 tahun. Selama ini tampaknya sistem demokrasi yang menata hubungan antara jabatan-jabatan negara dan jabatan politik (dari parpol) perlu kiranya ditata kembali dengan sistem yang mengarah ke terselenggaranya suatu pemerintahan demokrasi yang lebih baik.

Semenjak pemerintahan Presiden BJ Habibie membuka koridor demokrasi dengan mengeluarkan kebijakan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999, kebebasan berbeda berpendapat dijamin oleh undang-undang. Semenjak itu sampai sekarang kita merasakan bahagianya hidup demokrasi di negara kita. Koridor kedua dibuka pula oleh pemerintahan BJ Habibie dengan mengeluarkan kebijakan UU No 2, No 3, dan No 4 Tahun 1999, tentang partai politik, pemilu, dan susduk MPR, DPR dan DPPRD. Semenjak itu lengkap sudah sistem demokrasi dijalankan oleh pemerintahan Reformasi.

Sayangnya, seperti dikatakan di depan, pemerintahan demokrasi yang sudah ditata kebijakan perundangannya itu luput tidak menata hubungan antara jabatan-jabatan negara dan jabatan politik yang berasal dari pejabat parpol. Dengan adanya UU No 2/1999 tentang partai politik, di awal Reformasi itu bermunculan kehidupan parpol sampai sekarang. Di dalam literatur ilmu politik disebutkan bahwa partai politik merupakan suatu organisasi sosial yang distinctive, yang tujuan utamanya adalah menempatkan calon-calon pemimpinnya pada jabatan pemerintahan seperti presiden, para menteri, gubernur, bupati dan wali kota. Syarat minimal dari suatu parpol dilihat dari aspek peranan politiknya adalah merancang calon-calon pejabat dari partainya untuk menduduki jabatan di dalam pemerintahan, dan mendulang suara yang mendukungnya (Encyclopedia Americana, 1995).

Dari perspektif ini, kehadiran pejabat politik di dalam tatanan administrasi pemerintahan tidak bisa dihindari. Bahkan, menurut Guy Peters dan Jon Pierre editor dari buku hasil penelitiannya akhir 1999 Politicization of the Civil Service menyatakan bahwa beberapa dasawarsa terakhir ini sektor pemerintahan telah menjadi arena yang dikuasai politisi (politicized). Hal ini berarti bahwa para pejabat dan pegawai pemerintahan harus memberikan perhatian yang lebih besar sebagai pelayan-pelayan politik kepada jabatan-jabatan politik yang memimpinnya. Hubungan keduanya bukan hanya sekadar hubungan kekuasaan antara yang berkuasa dan yang dikuasai, melainkan hubungan yang bureucratic sublation (Carino,1996), yakni hubungan yang mencerminkan kesejajaran dengan pejabat politik co-equality with executive.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com