Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tugas Berat Menanti PDI-P

Kompas.com - 14/04/2015, 15:00 WIB


Oleh: Agnes Theodora W dan A Ponco Anggoro

JAKARTA, KOMPAS - Setelah Orde Baru, belum ada partai yang berhasil berturut-turut memenangi pemilihan umum. Kini, kesempatan itu ada pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pemenang Pemilu 2014. Namun, untuk menorehkan sejarah baru itu tentu tidak mudah.

Dalam Kongres IV PDI-P, 9-11 April 2015, di Sanur, Denpasar, Bali, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengumumkan sekaligus melantik pengurus dewan pimpinan pusat yang akan membantunya memimpin partai hingga 2020.

Wajah lama mendominasi kepengurusan baru. Dari total 27 pengurus (termasuk ketua umum) yang menduduki jabatan di DPP, 20 orang merupakan pengurus periode lalu. Yang baru hanya jabatan mereka yang ditukar atau digeser oleh Megawati sebagai formatur tunggal struktur DPP.

Mereka yang bertahan di posisi lama antara lain Ketua DPP Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Perundangan Trimedya Panjaitan; Ketua DPP Bidang Keagamaan dan Kepercayaan Hamka Haq; serta Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi Djarot Saiful Hidayat. Wajah-wajah lama lainnya dipindahkan ke posisi lain, termasuk jabatan dengan nomenklatur baru.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, nomenklatur ketua bidang di PDI-P memang sengaja disesuaikan dengan nomenklatur kementerian atau lembaga negara dalam Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal itu sejalan dengan mandat kongres bahwa PDI-P sebagai partai penguasa akan mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Sebagai contoh, ada bidang baru, antara lain kemaritiman, perekonomian, dan ekonomi kreatif.

Dalam struktur kepengurusan terbaru ini hanya terdapat tujuh pemain baru. Mereka antara lain Wakil Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR dan pecatur Utut Adianto, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong (era Megawati) Rokhmin Dahuri, mantan kandidat Wali Kota Malang Sri Rahayu, politisi DPR Hendrawan Supratikno, mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH, anggota DPR Sukur Nababan, dan tentu yang paling menarik perhatian adalah Muhammad Prananda Prabowo, putra Megawati yang sebelumnya banyak berkontribusi di belakang layar sebagai Kepala Ruang Pengendali dan Analisa Situasi PDI-P.

Mengenai dominasi wajah lama ini, Megawati dalam pidatonya sebelum mengumumkan pengurus DPP menyampaikan, DPP PDI-P sebelumnya berhasil membawa kemenangan ganda bagi PDI-P pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Atas dasar itu, tidak ada alasan baginya untuk mengubah terlalu banyak anggota timnya. Seperti dalam sepak bola, Megawati jelas terlihat berusaha mempertahankan the winning team. Ini tentu dengan harapan bisa memenangi Pemilu 2019.

Komitmen antikorupsi

Kendati demikian, kepengurusan baru ini bukannya tanpa kontroversi. Yang jadi soal adalah masuknya sejumlah kader PDI-P yang pernah atau sedang bermasalah dengan korupsi. Rokhmin Dahuri yang ditunjuk menjabat ketua bidang kemaritiman, misalnya, terbukti korupsi dana nonbudgeter di Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007. Dia bebas setelah menjalani hukuman, November 2009.

Ada pula Idham Samawi, mantan Bupati Bantul yang berstatus tersangka korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia Bantul ke Persiba Bantul tahun 2013. Selain itu, Bambang DH yang berstatus tersangka korupsi pungutan pajak daerah tahun 2007 saat menjabat Wali Kota Surabaya.

Ironisnya lagi, Idham dan Bambang menjabat posisi penting di DPP. Idham menjabat ketua bidang ideologi dan kaderisasi, sedangkan Bambang didapuk untuk menjabat posisi ketua bidang pemenangan pemilu. Publik tentu akan mempertanyakan komitmen anti korupsi PDI-P. Publik yang sudah jengah dengan korupsi berpotensi besar akan memberikan penilaian negatif.

Terlebih, PDI-P seolah memiliki standar ganda terhadap kadernya yang tersangkut kasus korupsi. Terhadap anggota DPR dari PDI-P, Adriansyah, yang tertangkap tangan menerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di sela-sela kongres misalnya, PDI-P berani memberikan sanksi tegas berupa pemecatan. Namun, di sisi lain, PDI-P justru memberikan ruang bagi Idham atau Bambang untuk tetap masuk dalam kepengurusan.

Menurut Hasto, seseorang yang tertangkap tangan berarti fakta hukumnya kuat bahwa dia melanggar aturan, berarti sanksi tegas harus dijatuhkan. Ini berbeda dengan Idham dan Bambang. "Kajian partai, ada latar belakang politik yang kuat terkait rivalitas politik yang membuat mereka tersangkut masalah hukum," katanya.

PDI-P dan Jokowi

Selain tugas berat meyakinkan hati rakyat bahwa PDI-P betul-betul berkomitmen anti korupsi, dalam relasinya dengan pemerintahan yang dipimpin Joko Widodo, publik juga masih menantikan PDI-P berlaku selayaknya partai pemerintah.

Saat pembukaan kongres, ketika Megawati dan Jokowi bertemu, bahasa tubuh keduanya tidak lagi menunjukkan ada permasalahan mengganjal. Mereka sering terlihat berbincang akrab.

Ini tidak seperti saat pembukaan Musyawarah Nasional Ke-2 Partai Hanura, pertengahan Februari lalu, ketika kedua- nya tidak harmonis sebagai dampak pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Selama hampir tiga jam acara berlangsung, hanya sekali mereka terlihat berbicara. Di pengujung kongres, PDI-P pun mengeluarkan sikap politik yang meneguhkan posisinya sebagai partai pemerintah.

Apakah semua bisa berjalan mulus hingga akhir kepemimpinan Jokowi tahun 2019? Peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, menilai, jika kader-kader PDI-P tetap melakukan kritik di depan umum, hal itu justru mendistraksi dan mengganggu kinerja pemerintah. "Bukan berarti kritik dilarang, tetapi ada caranya. Kalau mau mengingatkan sebagai partai pengusung, lakukan secara santun dalam forum tertutup, jangan di parlemen atau di media massa," katanya.

Di sisi lain, masih banyak tugas berat menanti PDI-P. Masih ada kaderisasi, persiapan regenerasi, konsolidasi, dan tentu membiasakan diri dengan budaya partai pemerintah. Menyelesaikan setiap tugas berat itu bukan perkara mudah.

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Selasa (14/4/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com