"JK ini patut diapresiasi dan hendaknya bisa menjadi contoh bagi para pejabat negara maupun elemen masyarakat lainnya untuk tidak segan bersaksi," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai melalui siaran pers yang diterima wartawan, Senin (13/4/2015).
Selama ini, menurut Semendawai, banyak pihak yang enggan bersaksi dalam persidangan. Padahal, kata dia, menjadi saksi persidangan merupakan suatu kewajiban warga negara.
"Seorang Wapres tentu tugasnya banyak, tetapi beliau tetap menyempatkan diri memberikan kesaksian," kata Semendawai.
Memberikan kesaksian di persidangan, kata Semendawai, bukan suatu hal yang harus dihindari, apalagi ditakuti, tetapi kewajiban sekaligus hak yang diatur dan dilindungi dalam undang-undang.
"Salah satunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 juncto Undang-Undang No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," kata dia.
LPSK juga mengingatkan bahwa aparat penegak hukum wajib memfasilitasi dan memberikan perlindungan kepada saksi yang bersedia hadir dalam persidangan, mulai dari disiplin waktu sidang, ruang tunggu yang aman dan nyaman, serta menjamin saksi bebas dari segala bentuk intimidasi baik yang bersifat fisik maupun psikis.
"Di sini, peran aparat penegak hukum sangat penting untuk memastikan suasana di ruang sidang kondusif sehingga saksi bisa merasa aman dan nyaman dalam memberikan keterangan," ujar Semendawai.
Kalla bersedia menjadi saksi dengan alasan ingin menyampaikan bahwa proyek PLTU Sumuradem tidak menimbulkan kerugian negara. Menurut Kalla, perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan memperlihatkan bahwa proyek PLTU itu menguntungkan negara sekitar Rp 17 triliun. Selain itu, kata dia, proses pembebasan lahan PLTU itu tergolong cepat selesai sehingga bisa cepat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Kalla juga mengatakan, ia ingin menunjukkan agar staf pemerintahan seperti Yance tidak ragu mengambil kebijakan sepanjang sesuai dengan aturan. Ia mengaku bersedia menjadi saksi meringankan untuk menunjukkan pertanggungjawaban atas keputusannya yang pernah memerintah Yance untuk mempercepat pembebasan lahan PLTU tersebut.
Sebelumnya, Kalla mengaku pernah memerintahkan Yance yang ketika itu menjabat Bupati Indramayu untuk mempercepat proses pembebasan lahan. Perintah itu diatur dalam Peraturan Presiden Tahun 2006 Nomor 71. Saat itu, Kalla menjabat Wakil Presiden pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Mengenai indikasi penggelembungan harga lahan yang diduga dilakukan Yance dalam pelaksanaannya, Kalla mengatakan bahwa masalah itu merupakan urusan pengadilan. Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp 57.850 per meter persegi. Sementara itu, harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung hanya sebesar Rp 14.000 per meter persegi.
Akibat perbuatannya, negara diduga merugi Rp 4,1 miliar. Yance didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 dan 3 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 20 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.