Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan dalam Persidangan Yance

Kompas.com - 13/04/2015, 06:49 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla dijadwalkan menjadi saksi meringankan bagi politikus Partai Golkar Syafiuddin alias Yance dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada hari ini, Senin (13/4/2015). Yance didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pembebasan lahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumuradem, Indramayu, Jawa Barat.

"Kurang lebih pukul 09.00 WIB," kata Juru Bicara Kalla Husain Abdullah melalui pesan singkat, Minggu (12/4/2015).

Menurut dia, Kalla akan dikawal Pasukan Pengamanan Presiden seperti sewajarnya. Husain mengaku tidak tahu apakah PN Tipikor Bandung akan menambah pengamanan di PN Tipikor Bamdung.

"Pengawalan seperti biasa, oleh Paspamres. Entah lah di PN Bandung apakah perlu pengamanan tersendiri atau tidak," ujar dia.

Setelah menghadiri persidangan, kata Husain, Wapres dijadwalkan tiba kembali di Jakarta pukul 15.00 WIB untuk mengikuti rapat kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Pada Jumat (10/4/2015) lalu, Kalla mengaku siap membela Yance. Kalla mengatakan bahwa percepatan pembebasan lahan PLTU tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Tahun 2006 Nomor 71. Saat itu yang menandatangani adalah Kalla sebagai Wakil Presiden pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Waktu itu saya mendorong dan tentu memimpin pelaksanaannya. Itu pertama harus dengan pembebasan lahan di tempat itu," kata Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/4/2015).

Ia mengaku memerintahkan Yance yang ketika itu menjabat Bupati Indramayu untuk mempercepat proses pembebasan lahan. Menurut Kalla, pembebasan lahan PLTU Sumuradem tergolong cepat dibandingkan PLTU lainnya. Kalla bahkan menyebut langkah Yance yang cepat membebaskan lahan terkait pembangunan pembangkit listrik bertenaga 600 megawatt itu menguntungkan negara.

Oleh karena itu, Kalla merasa perlu hadir dalam persidangan sebagai saksi meringankan Yance untuk menjelaskan program pembebasan lahan tersebut.

"Karena dia dianggap bersalah dalam hal pembebasan itu dan itu keputusan pemerintah Keppres lagi, maka tentu saya harus memberikan kesaksian apa isi bahwa benar itu adalah pemerintah dan keputusan pemerintah," ujar dia.

Mengenai indikasi penggelembungan harga lahan yang diduga dilakukan Yance dalam pelaksanaanya, Kalla mengatakan bahwa masalah itu merupakan urusan pengadilan. Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp 57.850/meter persegi. Sedangkan harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung hanya sebesar Rp 14.000/meter persegi.

Akibat perbuatannya, negara diduga merugi Rp 4,1 miliar. Yance didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 dan 3 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 20 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com