"Saya tegaskan BNPT tidak pernah memblokir situs-situs. Yang blokir itu Kemenkominfo," ujar Saud dalam acara diskusi yang digelar di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (5/4/2015).
"Kenapa harus saya katakan ini? Karena saya beberapa waktu belakangan ini dituding-tuding oleh banyak pihak. Disebutnya saya ini menutup situs dakwah Islam," lanjut Saud.
Saud menegaskan, BNPT bekerja berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 Pasal 5 ayat 2. BNPT hanya berperan mengusulkan ada beberapa situs yang memuat konten membahayakan, khususnya soal gerakan radikal. Menurut peraturan menteri tersebut, lanjut Saud, seharusnya direktorat jenderal di bawah Kemenkominfo melakukan penelusuran, apakah situs yang diusulkan BNPT tersebut adalah benar-benar membahayakan atau tidak. Jika penelusuran menunjukan tidak ada persoalan, tim berhak mengembalikan usulan itu ke BNPT.
"Tapi jika benar ada konten berbahaya, Dirjen itu yang wajib memberitahu ke pemilik situs. Eh, di situs kamu itu ada berita negatif, tolong turunkan. Selesai masalah," ujar Saud.
Saud menolak pernyataannya itu disebut menyalahkan pihak Kemenkominfo. Saud hanya mengatakan bahwa jika Kemenkominfo bekerja sesuai dengan amanat peraturan menterinya sendiri, masalh ini pasti tidak berkembang lebih jauh.
"Sebetulnya kalau mekanismenya itu jalan, enggak ada masalah. Bilang ke pemilik situs, kalau enggak mau didrop beritanya, ya baru diblokir, selesai masalah," ujar Saud.
Sebelumnya, untuk mencegah penyebaran paham gerakan radikal di Indonesia, Kemenkominfo memblokir sejumlah situs yang diduga berisi ajakan hingga ajaran gerakan-gerakan tersebut.
Beberapa situs yang diblokir, antara lain Voa-islam.com, Arrahmah.com, Panjimas.com, Ghur4ba.blogspot.com, Kalifahmujahid.com, Muslimdaily.net, Dakwahmedia.com, Gemaislam.com dan Hidayatullah.com.
Belakangan, banyak pihak dari situs yang ditutup itu protes. Salah satunya adalah pemimpin redaksi Hidayatullah.com, Mahladi. Dia membantah keras bahwa situsnya telah mengajarkan paham gerakan radikal.
"Kami bukan pengecut. Kami, kalo ada salah, pasti kami prbaiki. Tapi tidak ada usaha atau upaya untuk mengklarikasi kepada kami sampai saat ini," ujar Mahladi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.