Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masihkah Jokowi Berkomitmen Hemat Anggaran Pembelian Mobil Pejabat?

Kompas.com - 02/04/2015, 09:48 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo telah menyetujui penambahan dana untuk uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi para pejabat negara. Jumlah penerima tunjangan pun tak tanggung-tanggung, mencapai ratusan orang. Siapa saja mereka?

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, para penikmat fasilitas ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, hakim agung, hakim konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial. Jika menghitung satu per satu jumlah anggota dari tiap-tiap lembaga itu, maka jumlahnya sangat besar.

Anggota DPR, misalnya, berjumlah 560 orang. Anggota DPD berjumlah 132 orang, anggota BPK berjumlah 7 orang, anggota KY 5 orang, hakim agung 39 orang, dan hakim konstitusi 9 orang. Dengan demikian, total penikmat fasilitas uang muka mobil ini mencapai 752 orang.

Apabila satu orang mendapat uang muka sebesar Rp 210,89 juta, maka anggaran yang diperlukan mencapai lebih dari Rp 157 miliar. Dana sebesar itu akan ditanggungkan kepada tiap-tiap lembaga, sebagaimana disebutkan dalam perpres yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2015. Uang muka Rp 210,89 juta itu meningkat Rp 94,24 juta atau hampir dua kali lipat dari anggaran sebelumnya, yakni Rp 116,65 juta.

Kontroversi

Momentum penerbitan perpres bersamaan dengan fluktuasi harga bahan bakar minyak dan melemahnya nilai tukar rupiah akhir-akhir ini. Kebijakan ini juga bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk mengurangi dampak kemacetan Ibu Kota.

Menanggapi respons itu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menganggap tidak ada kaitan apa pun antara pemberian mobil ini dan kemacetan Ibu Kota. "Ini hanya untuk 100 orang," kata Andi, meski pada kenyataannya jumlah penerima fasilitas ini berjumlah 752 orang.

Menurut dia, semangat pemerintah mengurai kemacetan tidak bisa dikaitkan sama sekali dengan pemberian uang muka mobil bagi para pejabat itu. "Kami membacanya 25 tahun ke depan, Jakarta lancar luar biasa. Kalian menariknya terlalu jauh. Ini kendaraan dipakai tiga tahun lagi selesai, mass transport baru siap lima tahun ke depan," kata Andi.

Hingga kini, pemerintah belum menjelaskan secara terang benderang apa alasan menaikkan uang muka kendaraan itu. Andi mempersilakan wartawan menanyakan kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang disebutnya melakukan kajian teknis atas usulan lembaga-lembaga penerima fasilitas tersebut.

Sempat menolak

Persoalan mobil dinas ini bukan yang pertama menjadi pembicaraan di media massa ataupun pergunjingan publik. Masih ingatkah Anda pada masa peralihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuju Presiden Joko Widodo ketika ada wacana mengenai pemberian mobil bagi kabinet baru?

Saat itu, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi melakukan pengadaan 72 Mercedes-Benz E Class 400 untuk kabinet Jokowi-Kalla. Nilai lelangnya mencapai Rp 91,94 miliar. Namun, lelang itu akhirnya dibatalkan oleh Presiden SBY setelah memicu kontroversi di masyarakat. Ketika itu, Jokowi dan JK kompak menolak menggunakan pengadaan mobil yang dilakukan SBY itu. (Baca: Ini Alasan Pemerintah Batalkan Pembelian Mercy untuk Kabinet Jokowi)

"Tiga bulan lalulah, saya ditelepon. Saya bilang ndak usah saja, pakai mobil lama saja," ujar Jokowi menceritakan perbincangannya dengan Sudi Silalahi soal tawaran mobil baru itu pada 9 September 2014.

Saat lelang akhirnya dibatalkan, Jokowi pun menyambutnya. "Artinya, mulai berhemat," kata mantan pengusaha mebel itu.

Setali tiga uang, Kalla juga lebih memilih menggunakan mobil lamanya. "Saya saja pakai mobil Toyota Crown, sudah 12 tahun saya punya, masih bagus kondisinya," kata Kalla pada 11 September lalu.

Akankah sikap Jokowi dan Kalla itu bisa juga diterapkan pada penambahan uang muka mobil kali ini? Apabila penambahan uang muka sebesar Rp 94,24 juta itu dibatalkan, negara seharusnya bisa berhemat Rp 70.868.480.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com