Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi Parpol dan Ujian Politik Oposisi

Kompas.com - 01/04/2015, 15:00 WIB


Oleh: Joko Wahyono

JAKARTA, KOMPAS - Wacana pendanaan partai politik oleh negara dari APBN yang digagas kembali oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menarik untuk dicermati.

Dari segi tujuan, dana Rp 1 triliun per tahun bagi setiap parpol sesuai perolehan suara saat pemilu diharapkan akan mengikis budaya korupsi yang selama ini bersarang di tubuh parpol. Diketahui bersama, melambungnya biaya demokrasi penyebab utama maraknya korupsi politik. Pemilu dengan sistem proporsional terbuka untuk memilih anggota legislatif dan sistem pemilu dua putaran untuk memilih pejabat eksekutif melipatgandakan ongkos politik.

Belum lagi jika ditambah biaya yang harus dikeluarkan kandidat untuk mendapatkan "tiket" pencalonan dari parpol, menyewa konsultan politik, kampanye lapangan, belanja iklan, atau bahkan "memainkan" politik uang. Banyaknya pejabat atau politikus yang terjerat kasus korupsi jadi penegas bahwa sebagian dana yang dikumpulkan itu melalui cara-cara ilegal: korupsi.

Adam Przeworski (2007) melihat, hal yang luput dari perhatian dalam demokrasi adalah akses dan penggunaan dana berpolitik. Ini terlihat dari belum transparannya parpol dalam memberikan laporan keuangan dan sumber keuangan mereka. Dana-dana gelap yang mengalir ke parpol masih sulit untuk diverifikasi.

Maka, prinsip reformasi dan modernisasi parpol menghendaki agar pengelolaan keuangan parpol berlangsung secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga mudah diakses dan dievaluasi (audit) oleh siapa pun. Itu bisa dibuktikan jika parpol berpihak pada kepentingan publik.

Hal penting lain yang perlu dipertimbangkan adalah peran politik oposisi. Demokrasi adalah cara menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Keseimbangan demokrasi ditentukan oleh hadirnya kekuatan politik oposisi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan penyeimbang terhadap pemerintah, mendorong kompetisi politik dan meningkatkan efektivitas kebijakan pengelolaan negara. Absennya politik oposisi oleh parpol di luar pemerintah akan menjadi ancaman bagi pelembagaan demokrasi.

Konsolidasi demokrasi tidak akan pernah berakhir, sebaliknya yang justru akan terus berlanjut adalah kerancuan, anomali, dan kekisruhan politik. Dana parpol dari negara merupakan ujian politik bagi parpol oposisi. Sebab, merujuk Richard Katz dan Peter Mair (1994), suntikan dana dari negara akan jadi "candu" yang bisa mengubah watak politik parpol. Parpol sebagai infrastruktur demokrasi akan kian mendekat dan bergantung pada negara untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka ketimbang basis sosial pendukungnya. Parpol akan berpaling menjauh dari rakyat.

Jika semua parpol bergantung pada sumber dana yang sama (negara), perlahan mereka akan jadi satu kelompok "kartel" dengan kepentingan yang sama: mendapatkan dana dari negara.

Parpol yang oportunistis akan bersikap permisif, berlawanan dengan sistem kepartaian yang kompetitif. Kedekatan hubungan antarparpol sebagai satu kelompok dengan negara membuat fungsi perwakilan yang diemban sesuai kepentingan publik akan dilepaskan demi kelangsungan hidup kolektif mereka sendiri.

Ketika semua parpol terlibat kartelisasi politik, batas antara penguasa dan oposisi jadi kabur. Tidak ada kompetisi politik yang sehat, yang ada adalah bagaimana memaksimalkan keuntungan finansial dari negara. Hasrat berpartai akan bergerak ke lumbung uang negara, meninggalkan adab dan etika politik. Agenda berpartai merujuk ke bantuan dana negara berdalih kemandirian parpol.

Dana parpol dari negara akan mengikis peran politik oposisi, menyandera parpol oposisi dalam memerankan fungsi kontrol, kritik dan evaluasi terhadap pemerintah. Kebijakan apa pun dari pemerintah tidak akan mendapat koreksi yang berarti dan dipastikan akan didukung semua entitas parpol di DPR. Segala perbedaan pandangan politik, kompetisi politik antara oposisi dengan pemerintah pada akhirnya akan diselesaikan dengan jalan kompromi. Kita tidak akan mendapati hadirnya entitas oposisi yang kuat di lembaga legislatif.

Kajian serius

Padahal, demokrasi akan berjalan efektif manakala tercipta garis demarkasi yang jelas antara pihak pemerintah dan pihak nonpemerintah (oposisi) sehingga akan terbangun mekanisme pengawasan dan fungsi penyeimbang. Selain berperan sebagai kanal suara rakyat yang tidak terakomodasi, oposisi penting untuk melindungi rakyat dari kemungkinan penyimpangan (abuse of power) yang dilakukan oleh pemerintah. Berpartai politik memang butuh topangan dana. UU menyebut sumber dana parpol yang legal berasal dari iuran anggota, bantuan negara (APBN dan APBD), dan sumbangan yang tidak mengikat.

Kita mengapresiasi gagasan pendanaan parpol oleh negara, tetapi perlu ada kajian serius dari berbagai macam aspek dan dampak yang ditimbulkan. Sebenarnya sudah ada ikhtiar untuk memangkas tingginya biaya politik agar parpol tidak korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com