"Karena korupsi suatu kejahatan yang luar biasa yang memerlukan penanganan luar biasa. Oleh karena itu, harus ada perlakuan berbeda untuk timbulkan efek jera. Kalau hanya perbuatan biasa ya tentu tidak ada efek jeranya," kata pengamat politik Yudi Latief, di Jakarta, Senin (16/3/2015).
Apa lagi, menurut Yudi, pelaku tindak pidana korupsi adalah orang yang cenderung mempermainkan hukum. Mereka, sebut Yudi, bisa membeli hukum sehingga terbuka kemungkinan pemberian remisi juga bisa dibeli. (Baca: "Koruptor Seharusnya Dihukum Mati, Bukan Diberi Remisi")
"Koruptor bisa membeli hukum, maka orang berpikir ke depan kalau ada remisi, dia bisa suap ini, suap itu, sehingga lamanya di tahanan bisa lebih cepat. Dampaknya kan begitu sehingga memang tidak memiliki basis yang kuat," kata Yudi.
Ia juga menilai, pemiskinan koruptor perlu dilakukan. Selama ini, menurut Yudi, nilai uang yang dikorupsi lebih besar dibandingkan uang yang bisa dikembalikan Komisi Pemberantasan Korupsi dari proses penanganan kasus korupsi. (Baca: Menkumham: KPK Harusnya "Gentle", Jangan Tembak dari Belakang soal Remisi)
Yudi juga berharap Presiden Joko Widodo bisa menghidupkan kembali kewibawaan KPK sebagai lembaga yang selama ini dipercaya masyarakat dalam memberantas korupsi.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yanonna Laoly mewacanakan untuk melonggarkan syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi. Ia menilai, terpidana korupsi punya hak yang sama dengan terpidana kasus lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.