Konflik kepengurusan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) antara kubu M Romahurmuziy dan Suryadharma Ali/Djan Faridz belum diungkap dalam Mahkamah Partai. Akibatnya, masyarakat belum memahami dengan pasti apa yang terjadi di partai itu.
Menyelesaikan perselisihan partai jelas lebih baik melalui Mahkamah Partai. Lebih besar peluang solusi menang-menang (win-win solution) daripada sekadar adu cepat mendaftarkan kepengurusan kepada Menteri Hukum dan HAM. Tiap partai perlu belajar untuk menuntaskan konflik dengan dewasa melalui Mahkamah Partai.
Terkait babak akhir dari perselisihan dualisme kepengurusan di Partai Golkar memang sangat disayangkan apabila akhirnya harus dituntaskan di pengadilan. Namun, Undang-Undang Partai Politik, mengamanatkan penyelesaian melalui pengadilan tatkala Mahkamah Partai, dinilai tak mampu menghasilkan putusan konkret.
Persoalannya, logika kita mestinya mempertanyakan kelayakan kasus ini berlanjut ke pengadilan. Mengapa? Dua hakim MPG, yaitu Muladi dan HAS Natabaya, telah meminta kader Golkar untuk mempertimbangkan adanya kasasi dari kubu Aburizal Bakrie. Akan tetapi, kubu Aburizal Bakrie belakangan justru telah mencabut kasasi tersebut meski akhirnya mendaftarkan gugatan baru.
Masyarakat, tidak hanya kader Golkar, kini menanti babak akhir dari penyelesaian perselisihan di Partai Golkar. Bilamana perselisihan harus dituntaskan di meja hijau mungkin itu suratan yang harus ditempuh partai tua ini.
Hanya kalau boleh kita berharap pengadilan mampu menggali kebenaran yang sejati. Republik ini harus dilayani oleh kader Golkar terbaik, yang dapat membawa negeri ini ke arah yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.