Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inikah Akhir Cerita KPK...

Kompas.com - 05/03/2015, 15:01 WIB

Setelah hakim Sarpin memutuskan perkara praperadilan dari Budi Gunawan, posisi KPK kian lemah. Sebenarnya, jika tak ingin mengajukan PK, pimpinan KPK bisa saja tidak melimpahkan perkara Budi Gunawan ke kejaksaan karena putusan praperadilan tak mengharuskan perkara itu diteruskan dan ditangani penegak hukum yang lain.

Dengan putusan itu, Budi Gunawan bukan tersangka lagi. Ia orang bebas. KPK bisa saja memperbaiki penyidikannya, memperkuat bukti, dan menetapkan kembali Budi Gunawan sebagai tersangka. Atau, pimpinan KPK saat ini membiarkan saja perkara itu. UU KPK menegaskan, lembaga anti rasuah itu tak boleh menghentikan penyidikan atau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Dalam kasus Budi Gunawan, pengadilanlah yang tidak membenarkan perkara itu dilanjutkan saat itu. Putusan praperadilan bukanlah putusan akhir terkait pokok perkara atau memutus benar-salah seorang tersangka/terdakwa, melainkan hanya berkaitan dengan tata cara atau hukum acara.

Dalam berbagai kesempatan, Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengingatkan, KPK bisa keropos atau hancur bukan oleh orang lain, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Tentu saja peringatan ini bukan ditujukan kepada Ruki dan pimpinan KPK saat ini. Meskipun aktivis anti korupsi dan karyawan KPK yang berunjuk rasa sejak awal mempertanyakan penunjukan Ruki sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK.

Tantangan yang dihadapi KPK saat ini berbeda dengan situasi yang dihadapinya saat memimpin KPK pertama kali, dengan mengutamakan pembangunan institusi dan sistem. KPK saat ini membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan berkomunikasi yang baik antara pimpinan dan penegak hukum yang lain, tetapi juga ketegasan dan keberpihakan dari pemimpin negara.

Sikap politik yang tegas, berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi yang nyata, saat ini jauh lebih dibutuhkan daripada sekadar permintaan agar antarpenegak hukum tidak saling gesekan atau janji di atas selembar kertas. Kriminalisasi terhadap pimpinan (nonaktif) dan karyawan KPK bisa dihentikan sementara karena menimbulkan rasa ketidakadilan dalam masyarakat. Presiden adalah pengendali kepolisian dan kejaksaan sehingga sikap politiknya yang menolak negara lemah dalam pemberantasan korupsi, dengan mewujudkan penegak hukum yang bebas dari KKN, harus terlihat pada institusi penegak hukum itu.

Saat ini, KPK berada di titik nadir. Untuk kali pertama, setelah 13 tahun terbentuk, komisi yang sempat menjadi tempat berguru berbagai negara dalam pemberantasan korupsi serta selalu dibanggakan oleh penyelenggara negara sebagai kebijakan yang benar untuk memerangi korupsi di negeri ini mengaku kalah. Kalah memang bukan berarti menyerah atau salah. Namun, kalah berarti mengakui keunggulan pihak lain. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan pula, mengakui keunggulan lawan. Padahal, UU No 30/2002 menyebutkan, KPK adalah lembaga unggul (superbody) dalam pemberantasan korupsi, "mengatasi" keterbatasan kepolisian dan kejaksaan.

Jika lembaga super itu sudah mengaku kalah, apalah artinya? Dalam berbagai komik tentang superhero, misalnya mengenai Batman, Superman, Gundala, Godam, atau Spiderman, ketika mereka tak hadir, karena berbagai alasan, kejahatan pun merajalela. Superhero pun manusia. Mereka pernah salah atau kalah, tetapi harapan masyarakat dan pemerintah yang ingin wilayahnya bersih dari orang jahat mampu "menghidupkan" superhero itu dan kebaikan akan menang.

Dalam kondisi saat ini, walau sejumlah kalangan menilai KPK sudah mati serta mengirimkan karangan bunga dukacita, tidaklah mudah untuk membunuh KPK, seperti mematikan komisi anti korupsi lain yang pernah dibentuk oleh pemerintah sejak masa Orde Lama hingga masa pemerintahan KH Abdurrahman Wahid. Berbagai komisi, badan, atau tim itu mati sebab ketiadaan dukungan politik dari pemimpin negara dan penyelenggara lainnya. Kondisi yang sama juga terjadi pada komisi anti rasuah di negara lain, seperti di Korea Selatan dan Kenya.

KPK dibentuk berdasarkan UU sehingga pembubarannya pun harus melalui UU atau perppu. Secara tidak langsung pula, KPK juga dibentuk berdasarkan Ketetapan Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Paling mungkin adalah melumpuhkan KPK. Lembaga ini tidak disegani lagi, bahkan dilecehkan oleh lembaga lain atau penyelenggara negara.

Dan, kondisi itulah yang kini berangsur-angsur terjadi pada KPK. Dukungan terhadap KPK serta upaya pemberantasan korupsi yang diutarakan Presiden, politisi, atau penyelenggara negara yang lain terasa seperti hanya sandiwara. Kondisi KPK pun bisa seperti yang digambarkan Glenn Fredly, dalam lagunya yang berjudul "Akhir Cerita Cinta". "Sandiwarakah selama ini, setelah sekian lama kita telah bersama. Inikah akhir cerita cinta, yang slalu aku banggakan di depan mereka. Entah di mana kusembunyikan rasa malu...."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com