Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi, dari Kerajaan Nusantara hingga Reformasi

Kompas.com - 28/01/2015, 14:00 WIB

Partai besar lain, yakni Masyumi, juga terseret korupsi. Pada 28 Maret 1957, politisi Masyumi, Jusuf Wibisono, ditahan tentara di Hotel Talagasari, Jalan Setiabudi, Bandung, karena diduga terlibat korupsi.

Bonnie Triyana mengutip harian Suluh Indonesia, 20 April 1957, menceritakan, Hotel Talagasari dipenuhi tersangka korupsi. Terdapat lima mantan menteri, anggota konstituante, anggota parlemen, kepala jawatan, komisaris polisi, jaksa, pengusaha, dan lain-lain. Yang diperiksa mencapai 60 orang.

Periode 1950-1965 tersebut memang dipenuhi gonjang-ganjing korupsi dan pemberontakan. Deskripsi tentang kehidupan penguasa dan politisi korup pada zaman itu bisa dibaca jelas dalam novel Senja di Jakarta karya wartawan senior Mochtar Lubis.

Ala Orde Baru

Sesaat setelah berkuasa, Soeharto segera melakukan sejumlah upaya melawan korupsi.

Soeharto pada 2 Desember 1967 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 228–1967 dan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 1960 membentuk Tim Pemberantasan Korupsi dengan Ketua Jaksa Agung Sugih Arto. Tim ini bertugas membantu pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan preventif dan represif.

Berselang empat tahun, dibentuk Komisi Empat dengan Keppres Nomor 12 tanggal 31 Januari 1970 dengan anggota Wilopo, SH (ketua merangkap anggota), IJ Kasimo, Anwar Tjokroaminoto, Prof Ir Johannes, dan Mayjen Sutopo Yuwono (perwira intelijen militer didikan Barat).

Selanjutnya ada Komite Anti Korupsi pada tahun 1970 yang menghimpun aktivis angkatan 1966 guna memberikan dukungan moril kepada pemerintah dan tokoh-tokoh nasional untuk memberantas korupsi yang semakin merajalela. Waktu itu, pemerintahan Soeharto baru berusia empat tahun!

Pada tahun 1977 dibentuk Operasi Tertib (Opstib) dalam Inpres Nomor 9 Tahun 1977 dengan koordinator Menpan dan pelaksana operasional Pangkopkamtib.

Langkah terakhir Orde Baru memberantas korupsi adalah Tim Pemberantasan Korupsi tahun 1982.

Hendri F Isnaeni menilai, lima lembaga anti korupsi Orde Baru jauh dari maksimal. ”Seolah-olah ada perhatian pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Kenyataannya, tim itu hanya bekerja untuk memberikan masukan kepada penguasa soal pemberantasan korupsi. Salah satunya Tim Empat yang dipimpin mantan Perdana Menteri Wilopo. Kalau ada kasus yang harus diselidiki, tidak pernah ditindaklanjuti,” kata Hendri.

Lembaga-lembaga tersebut tidak berwenang menindak. Tidak pula dibangun sinergi dan pembenahan lembaga permanen seperti Polri dan Kejaksaan Agung.

Korupsi yang tumbuh subur semasa Orde Baru, lanjut Hendri, membuktikan pemberantasan korupsi tidak berjalan efektif.

Saat ini pemerintahan Joko Widodo memiliki banyak instrumen pemberantasan korupsi, seperti kejaksaan, Polri, juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembenahan personalia lembaga-lembaga strategis tersebut, tugas supervisi dan pencegahan korupsi, harus dikedepankan agar memutus warisan korupsi sistemik yang menggurita. Sejarah adalah guru terbaik....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com