Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dekompresi dan Predator Laut, Tantangan Mencari AirAsia di Kedalaman Selat Karimata

Kompas.com - 09/01/2015, 06:10 WIB
Dani Prabowo

Penulis


PANGKALAN BUN, KOMPAS.com
- Setelah ekor pesawat AirAsia QZ8501 ditemukan, tantangan selanjutnya yang harus dihadapi oleh tim SAR gabungan adalah mengangkatnya ke permukaan. Penyelaman pun harus dilakukan untuk merencanakan skenario terbaik dalam pengangkatan ini.

Namun, penyelaman ini bukan sebuah kegiatan yang tanpa risiko. Apalagi, lumpur memenuhi kedalaman Selat Karimata. Ini menjadikan jarak pandang hanya nol meter.

Tapi lumpur bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi para penyelam. Kepala Dinas Penyelaman Bawah Air (Kadislambair) Armada Wilayah Barat (Armabar) TNI Angkatan Laut, Letkol Laut (T) Ferdy Hendarto Susilo mengatakan, tantangan lain yang harus dihadapi oleh seorang penyelam adalah penyakit dekompresi (decompression sicknes).

Dekompresi merupakan momok bagi setiap penyelam, bahkan untuk seorang profesional sekalipun. Ferdy menjelaskan, secara medis decompression sickness diartikan sebagai suatu keadaan ketika terjadi akumulasi nitrogen yang masih terlarut setelah menyelam, dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta sistem syaraf.

Lalu, kenapa menjadi momok?

"Dekompresi itu seperti keadaan di mana kita seperti mau dijemput 'bidadari'," kata Ferdy saat berbincang dengan sejumlah awak media di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Kamis (8/1/2015).

Ia mengungkapkan, ketika seorang penyelam mengalami dekompresi, maka penyakit yang ditimbulkan pun beragam, tergantung di mana penyumbatan nitrogen itu terjadi. Jika penyumbatan terjadi di tulang belakang, maka penyelam itu berisiko mengalami lumpuh. Sedangkan, jika penyumbatan terjadi di otak, maka akan menyebabkan seorang penyelam pingsan hingga akhirnya meninggal dunia akibat kehabisan oksigen.

Dua cara atasi dekompresi

Untuk mengatasi persoalan dekompresi ini, TNI Angkatan Laut punya berbagai cara untuk mengatasinya. Cara modern yang dapat dilakukan adalah menggunakan alat bernama chamber decompression. Alat ini sejenis ruang berbentuk tabung yang memberikan oksigen murni bertekanan tinggi kepada seorang penyelam. Chamber decompression ini berfungsi untuk menetralisir sumbatan nitrogen yang berada di dalam tubuh.

"Sekarang kita sudah kirim chamber portable ke lokasi di mana para penyelam kita melakukan penyelaman," katanya.

Sementara itu, menurut Komandan Tim Penyelam TNI AL, Kapten Laut Pelaut Edi Tirtayasa, ada cara lain yang lebih mudah untuk mengatasi persoalan dekompresi. Cara itu adalah dengan cara membuat simpul selam.

Ketika sebuah tim berencana melakukan penyelaman, maka orang yang pertama melakukan penyelaman akan membawa tali untuk diikat di dasar laut. Edi menjelaskan, penyelam pertama lantas akan membuat simpul pada tali yang dibawanya.

kompas.com/dani prabowo Komandan Tim Penyelam TNI Angkatan Laut, Kapten Laut (P) Edi Tirtayasa

Simpul itu menjadi tanda bahwa di titik itu penyelam selanjutnya harus berhenti dan mengatur ritme nafasnya. Tujuannya, agar nitrogen yang masuk ke dalam tubuh tidak berlebihan. Di samping itu, simpul tersebut juga menjadi tanda sudah berada di kedalaman manakah seorang penyelam.

"Di dalam itu kan gelap, visibility nol meter. Nah itu juga jadi tanda," katanya.

Edi menambahkan, seorang penyelam yang melakukan penyelaman akan didampingi oleh seorang pencatat waktu (checker). Pencatat waktu itu bertugas untuk memastikan agar seorang penyelam tidak overtime atau terlalu lama ketika melakukan penyelaman. Jika tidak, maka efek dekompresi akan dirasakan lebih cepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com