Inilah berbagai wujud sandiwara perpolitikan partai di negeri kita yang mencapai klimaksnya akhir-akhir ini.
Berbeda dengan pengambilan keputusan secara aklamasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyangkut sebuah undang-undang atau pelaksanaan fungsi lain DPR, aklamasi dalam pemilihan orang sering lebih dekat kepada sikap totaliter. Dalam sistem politik totaliter, pemilihan difungsikan sekadar sebagai sarana pengesahan calon tunggal yang ditetapkan terlebih dahulu oleh partai tunggal. Sementara aklamasi atau konsensus dalam proses pengambilan keputusan oleh wakil rakyat sering kali lebih berguna untuk bangsa karena dapat seluas mungkin menampung berbagai aspirasi masyarakat yang beragam, termasuk aspirasi kelompok minoritas, sekaligus terhindar dari kemungkinan perseteruan kelompok yang dapat mengganggu jalannya penyelenggaraan negara.
Salah satu akibat terburuk dari calon tunggal dengan aklamasi adalah tersendatnya regenerasi kepemimpinan partai. Elite senior partai yang telah menancapkan kukunya di partai jarang yang rela melepas kedudukannya dan menyerahkan estafet kepemimpinan kepada generasi berikut yang lebih muda. Generasi senior partai biasanya hanya akan turun apabila terpaksa atau dipaksa oleh keadaan. Atau mundur dengan menyerahkan kekuasaan kepada ”putra mahkota” yang telah disiapkan seperti praktik UMNO sebagai bagian utama dari Barisan Nasional Malaysia yang sampai kini telah berkuasa selama tidak kurang dari 57 tahun di sana.
Dominasi partai yang dikangkangi oleh segelintir elitenya juga berpotensi mematikan semangat warga negara yang mumpuni untuk berpartisipasi dalam kancah perpolitikan. Akhirnya partai hanya diisi kader-kader kelas dua atau kelas tiga yang melihat partai politik hanya sebagai tempat mencari nafkah, bukan sebagai institusi yang dirancang untuk menyalurkan aspirasi dan keyakinan ideologinya. Partai kemudian menjadi sejenis institusi keluarga atau korporasi yang pragmatis dan tak jelas misinya.
Harapan satu-satunya tinggal pada beberapa gelintir pemuda berintegritas dan bervisi yang masih tersisa di beberapa partai politik, dan sejauh ini termarjinalkan karena sikapnya yang independen. Hanya ketika mereka berani bangkit dan berjuang untuk sebuah demokrasi yang sehat, kita bisa berharap akan sembuhnya partai-partai politik kita dari sakitnya yang tampak sudah mulai menahun.
Abdillah Toha
Mantan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN)