Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Larangan Menteri Rapat di DPR Bisa Buyarkan Rekonsiliasi KMP-KIH

Kompas.com - 26/11/2014, 10:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Peneliti Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengatakan, proses rekonsiliasi di DPR bisa terganggu terkait larangan Presiden Joko Widodo kepada menteri Kabinet Kerja untuk tidak rapat dengan DPR. Presiden minta para menteri hadir di DPR setelah konflik di DPR selesai.

"Kebijakan tersebut bisa membuyarkan upaya rekonsiliasi antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang sudah semakin mengerucut dengan beberapa kesepakatan," kata Karyono dihubungi di Jakarta, Rabu (26/11/2014), seperti dikutip Antara.

Karyono mengatakan, adanya beberapa kesepakatan antara KMP-KIH seperti revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) merupakan perkembangan baik. Karena itu, dia menilai adanya surat berisi larangan menteri untuk rapat dengan DPR sebagai langkah yang kurang taktis.

"Justru timbul pertanyaan, ada apa di balik keluarnya surat itu? Adakah pihak yang mendorong Presiden untuk membuat keputusan seperti itu, atau memang murni dari Presiden? Kekuatan politik dan dasar hukum apa yang bisa digunakan sebagai dasar untuk mendukung kebijakan pemerintah tanpa DPR?" tuturnya.

Menurut Karyono, sejumlah pertanyaan tersebut patut dikemukakan karena langkah-langkah kontroversial yang diambil pemerintah bisa menjerumuskan Presiden Jokowi. Pasalnya, dari realitas politik, dukungan di parlemen tidak cukup kuat.

Karyono menilai, KIH sudah mulai menunjukkan keretakan terkait kebijakan penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan pemilihan Jaksa Agung HM Prasetyo. Bila pemerintah gagal mengendalikan inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka akan timbul kekecewaan rakyat yang bisa dimanfaatkan lawan politik.

"Karenanya, saya berharap di dalam pemerintahan Jokowi tidak ada yang berperan sebagai 'Sengkuni' yang menjalankan agenda politik terselubung yang bisa membahayakan pemerintahan Jokowi," katanya.

Presiden sebelumnya mengakui adanya larangan bagi para menteri dan pejabat terkait untuk menghadiri rapat-rapat dengan DPR. Jokowi menegaskan, pemerintah baru akan menghadiri undangan rapat apabila DPR sudah bersatu. (baca: Ini Alasan Jokowi Larang Menteri Rapat Bareng DPR)

"Nanti, kalau Dewan sudah rampung. Kan juga baru, kan baru kerja sebulan dipanggil-panggil apanya," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (24/11/2014).

Menurut Jokowi, pemerintah hanya tidak ingin keliru jika datang pada rapat DPR pada saat masih ada polemik di lembaga tersebut. Perdamaian antara kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat masih berproses dengan merevisi UU No 17/2014 tentang MD3.

"Biar di sana sudah rampung, sudah selesai, baru (hadiri undangan)," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com