"Anas telah terbukti sangat meyakinkan, membeli Anugerah Grup, mendapatkan gaji, penghasilan serti fasilitas dari korporasi tersebut. Anas juga terbukti mengkonsolidasi kantong uang dari fee berbagai proyek di BUMN dan lainnya serta melakukan pencucian uang," kata Wakil Ketua PK Bambang Widjojanto, melalui pesan singkat, Selasa (23/9/2014).
Bambang berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis maksimal kepada Anas sesuai dengan kesalahannya. Anas akan menghadapi sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (24/9/2014) siang.
Fakta persidangan
Menurut Bambang, keterangan saksi di persidangan juga menguatkan dakwaan jaksa KPK. Keterangan saksi itu, ujar Bambang memberikan contoh, adalah dari notaris Bertha Herawati dan bukti elektronik yang menunjukkan bahwa Anas berambisi menjadi presiden dan menjadi ketua umum partai.
"Langkah awal membeli hotline advertising seharga Rp 52 miliar. Ada beberapa bukti elektronik seperti BBM yang mengkonfirmasi hal itu," sambung Bambang. Perbuatan lain yang dianggap Bambang terbukti dilakukan Anas adalah menghimpun dana bersama-sama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dengan mendirikan Anugerah Grup yang kemudian berubah nama menjadi Grup Permai.
Selain itu, Bambang menilai Anas terbukti membeli saham Anugerah Nusantara dari Nazaruddin sebesar 30 persen pada Maret 2007, serta menerima pemberian mobil dari PT Anugerah. "Anas juga terbukti menyuruh Nazar melarikan diri ke Singapura sesuai dengan keterangan Mauren dan Neneng selain keterangan Nazaruddin," kata Bambang.
Bukan hanya itu, KPK menganggap Anas terbukti bersama-sama istrinya, Athiyyah Laila telah menghilangkan nama Athiyyah dalam kepemilikan PT Dutasari Citralaras. Tanggal dokumen akta kepemilikan perusahaan tersebut dibuat menjadi lebih awal sehingga Athiyyah seolah-olah mengundurkan diri pada 2009.
Pada 2010, PT Dutasari mendapat pengerjaan proyek Hambalang senilai kira-kira Rp 324 miliar. Perusahaan ini juga mendapatkan pengerjaan subkontraktor pembangunan gedung pajak dari PT Adhi Karya pada 2008 senilai Rp 80 miliar
"Hal ini ditopang oleh Mahfud Suroso yang nyuruh bakar dokumen-dokumen dan juga menyuruh saksi Rony Wijaya untuk mencabut keterangan. Anas juga mendapatkan dana dari Machfud Surosi sesuai keterangan Yanto supir Machfud yang diberikan kepada Ryadi sopir Anas," kata Bambang.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan