Adapun Nasru Alam Aziz mengenang Taufik sebagai sosok yang tak pelit memberikan senyum untuk siapa pun. "Di mana pun ketemu, dia akan tersenyum. Segala zaman, sejak masih sesama reporter maupun sesudah jadi pemimpin. Tidak emosional juga," kenang dia.
Bagi Alam, Taufik juga pemimpin yang tak suka menunda-nunda penyelesaian masalah terkait pekerjaan dan anak buahnya. "Kalau ada persoalan di bawah, langsung diselesaikan," ujar dia.
Adapun Jodhi Yudono menyebut Taufik menjadi sosok yang semakin baik pada tahun-tahun terakhirnya. "Dia menjadi manusia sangat baik. Dulu sempat terlihat tegang. Belakangan lebih rileks."
Gigih, berdaya tembus, tapi "asyik"
Kolega jatuh bangun Taufik saat berada di desk Politik, Hukum, dan HAM di harian Kompas, Myrna Ratna M, mengatakan, Taufik adalah salah satu figur wartawan paling gigih yang pernah dia kenal.
Taufik, kata Myrna, adalah wartawan Kompas yang bisa mewawancarai Aung San Suu Kyi, saat tokoh demokrasi Myanmar itu sedang ketat-ketatnya menjalani tahanan rumah. Taufik juga, ujar dia, adalah wartawan Kompas yang mewawancarai mendiang Kelly Kwalik, salah satu tokoh Organisasi Papua Merdeka.
"Pulang dari wawancara di Papua itu, baru ketahuan kalau dia punya sakit jantung juga," lanjut Myrna dengan sedikit menerawang, dalam perjalanan menuju lokasi pemakaman Taufik. Dalam kenangan Myrna, Taufik adalah "orang asyik", bisa saling ledek, sekalipun sangat intens ketika sedang menggarap sesuatu.
Penilaian senada dilontarkan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Trias Kuncahyono, yang menjadi Redaktur Pelaksana Harian Kompas saat Taufik menjadi Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas.
"Pekerja keras, pekerja dan kawan yang baik, ringan tangan membantu, tapi begitu semua pekerjaan selesai bisa segera rileks," tutur Trias. Soal kemampuan liputan, imbuh dia, Taufik merupakan salah satu wartawan dengan kemampuan daya tembus yang patut diacungi jempol.
"Sempat dikejar-kejar intelijen Israel, masuk Papua dengan jaringan yang dia punya. Berani ambil risiko," sebut Trias. "Dia punya nyali."
Pieter P Giero, wartawan yang mengenal Taufik sejak sama-sama belum bergabung ke harian Kompas, menambahkan tentang hobi menyanyi Taufik. "Kalau sedang liputan dan mengejar deadline, tak bisa diganggu gugat. Begitu selesai, dia sering karaoke bersama teman-teman, termasuk saat meliput di luar negeri."
Menyanyikan lagu-lagu Barat lawas, menurut teman-teman lawasnya ini, Taufik punya suara yang enak didengar. "Tidak ada lagu khusus, tapi macam 'My Way', 'Green Green Grass of Home', dan 'Country Road', sering dia nyanyikan," sebut Giero yang saling mencocokkan kenangan dengan Trias.
Adapun bagi Plt Pemimpin Redaksi Kompas TV, Yogi Arief Nugraha, Taufik adalah figur yang sangat pas memimpin perusahaannya pada masa awal pendirian. "Bangun fondasi, menularkan tradisi Kompas kepada teman-teman yang berasal dari beragam media."
Yogi menyebut Taufik sebagai sosok visioner, sanggup beradaptasi dengan multiplatform, sekaligus bisa menyadari bahwa dia tak tahu dunia pertelevisian. "Humble, mengayomi, dan tak malu bertanya ketika memang tidak tahu soal istilah teknis broadcast."
Sebagai contoh, kata Yogi, Taufik benar-benar tanpa canggung bertanya arti "estetika layar" di tengah rapat bersama kru redaksinya. "Begitu paham, dia masih selalu mengulang istilah itu untuk mengingatkan, sekaligus menyinggung dari siapa dia tahu maksud kalimat itu."