Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Minta Panggil Paksa Kivlan Zen

Kompas.com - 26/08/2014, 13:24 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mendaftarkan permohonan pemanggilan paksa terhadap Kivlan Zen ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pemanggilan Kivlan dilakukan untuk mendapat informasi terkait keberadaan 13 aktivis yang diculik tahun 1997-1998 dan hingga kini belum diketahui keberadaannya.

"Kami menunggu tanggapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Pengungkapan 13 Aktivis yang Masih Dinyatakan Hilang Otto Nur Abdullah, Senin (25/8/2014) di Jakarta.

Otto menuturkan, timnya dibentuk pada 8 Mei 2014 karena ada pengaduan keluarga korban setelah mendengar pernyataan Kivlan di sebuah media televisi. Pada acara itu, Kivlan menyatakan mengetahui keberadaan 13 aktivis yang diculik tersebut.

Menurut Otto, timnya mulai bekerja dengan memanggil Kivlan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap guna menyambung pernyataannya itu. Namun, hingga tiga kali pemanggilan, Kivlan tidak pernah memenuhinya.

Tim dari Komnas HAM ini juga telah meminta Ombusdman RI memfasilitasi pertemuan dengan Kivlan yang diupayakan hingga tiga kali. Namun, pertemuan itu tak dapat dilaksanakan karena Kivlan dan kuasa hukumnya selalu minta jadwal ulang.

Dengan pertimbangan ini, lanjut Otto, timnya lalu mengajukan permohonan pemanggilan paksa ke pengadilan.

Prioritas

Secara terpisah, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, berharap, pemerintahan mendatang menjadikan kerukunan antar-umat beragama, hukum, dan hak asasi manusia sebagai prioritas. Jika tidak ditempatkan sebagai prioritas, dikhawatirkan masalah-masalah itu tidak akan pernah terselesaikan oleh bangsa Indonesia.

Masalah lainnya, lanjut Albert, terkait Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dari DPR. Dua RUU ini dikecam sejumlah pihak hingga pemerintah mendatang diharapkan menariknya dari DPR dan pembahasannya tidak dilanjutkan.

RUU KUHP dan KUHAP diajukan ke DPR oleh pemerintah untuk menggantikan KUHP dan KUHAP yang merupakan peninggalan penjajah Belanda.

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga perlu menyelesaikan kasus kematian wartawan Bernas, Udin.

Masalah lain yang tidak dapat diabaikan adalah pelaksanaan putusan MK tahun 2012 tentang hak masyarakat adat terhadap hutan, ratifikasi Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, serta penyampaian RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ke DPR. (ATO/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com