Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin Berdaulat

Kompas.com - 21/08/2014, 07:01 WIB

Oleh: Ferdy Hasiman

KOMPAS.com - "Yang berdaulat adalah dia yang mengambil keputusan pada saat gawat darurat”.

KONDISI gawat darurat yang digambarkan teolog politik Jerman, Carl Smith, di atas bukan keadaan biasa, melainkan situasi ketika republik sudah digiring ke luar rel UUD 1945. Sudah 69 tahun Indonesia merdeka, tetapi belum berdaulat secara ekonomi. Kondisi bangsa ini bak juggernaut alias truk besar yang melaju tanpa kendali.

Indonesia tidak lagi dikendalikan pemerintah, tetapi dikendalikan pihak asing. Korporasi asing menguasai 70 persen penguasaan minyak dan gas pertambangan batubara, bauksit, nikel, dan timah mencapai 75 persen, serta tembaga dan emas 85 persen.

Artinya, naik-turunnya lifting migas bergantung pada budi baik pihak asing yang mengontrol sektor hulu migas. Maju mundurnya hilirisasi pertambangan tergantung dari kesediaan Freeport (Grasbarg) dan Newmont, memasok bahan baku. Namun, Freeport dan Newmont sampai saat ini enggan membangun smelter dengan tameng tak ekonomis.

Dua perusahaan ini hanya ingin membangun smelter melalui pihak ketiga. Harapan agar pemimpin tegas terhadap korporasi asing hanya utopia. Presiden belum mampu menaikkan pajak dan royalti kepada korporasi tambang yang sudah menangguk untung besar. Presiden juga tak tegas memerintahkan korporasi asing membangun smelter dalam negeri meskipun sudah ada regulasinya.

Risikonya, cadangan pertambangan kita tergerus. Indonesia hanya memiliki cadangan batubara 20 miliar ton atau hanya 2,63 persen cadangan dunia.

Sementara ekspor batubara kita setiap tahun mencapai 309 juta ton. Cadangan terbukti nikel tersisa 1,028 miliar ton, tembaga 3,044 miliar ton, bijih besi 173,810 juta ton, dan bauksit 302,316 juta ton. (Badan Geologi, 2012).

Untuk menyelamatkan SDA dari jarahan korporasi asing, Indonesia memerlukan pemimpin berdaulat.

Bukan retorika

Pemimpin negeri ini ke depan harus bersih dan berani. Haram bagi pemimpin masuk ke panggung politik hanya untuk memperkaya diri. Filsuf Jerman, Hannah Arendt, mengatakan, urusan ekonomi masuk dalam kategori ”yang privat”, urusan pribadi.

Adapun ”yang politis” adalah ruang publik, ruang tempat kepentingan rakyat dibicarakan. Dalam ruang politis tak ada yang mendapat privilege khusus dari pemerintah. Mencampuradukkan urusan privat ke ruang publik menimbulkan kolonisasi ruang publik dan merusak seluruh tatanan politik yang telah terbangun.

Kekuasaan kemudian menjadi tidak transparan sehingga sulit mengusut kompromi politik dan deal gelap elite-elite bisnis-politik. Demokrasi, yang sedianya menjadi urusan publik, berubah menjadi urusan privat dan tempat bersembunyi mafia bisnis-politik. Risiko terjadinya conflict of interest dalam mengeksekusi kebijakan publik sangat besar.

Padahal, pemimpin adalah aktor demokrasi yang menyupervisi, menetapkan aturan main bagi dunia usaha, dan bertanggung jawab atas mati-hidup jutaan rakyat Indonesia.

Itulah cikal bakal pemimpin berdaulat, pemimpin yang tidak memiliki interest bisnis dan ambisi pribadi. Ia tulus, jujur, dan benar-benar hadir untuk melayani rakyat. Pemimpin berdaulat memiliki nyali bernegosiasi seputar nasib rakyat berhadapan dengan raksasa korporasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com