Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/07/2014, 01:10 WIB

Sebagai pemilik panggung pilpres, KPU rupanya tahu apa yang harus diperbuat. Para komisioner itu tetap menjalankan fungsinya sebagai pemilik panggung dengan menyelesaikan rekapitulasi tanpa disaksikan oleh kubu Prabowo-Hatta.

Maka dari itu, di panggung itu pun seperti tak terjadi apa-apa, hingga akhirnya KPU merampungkan proses rekapitulasi dengan menempatkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang dengan perolehan 53,15 persen, sementara pasangan Prabowo-Hatta 46,85 persen suara.

Tentu saja, sebagai salah satu aktor Pilpres 2014, penarikan diri Prabowo mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Pengamat politik Leo Agustino menilai adanya ucapan dan tindakan yang kontradiktif, atau bertentangan, atau tak sejalan.

Leo menjelaskan, kontradiksi antara pernyataan dan tindakan bisa dilihat dan dianalisis dalam pidato Prabowo, sesaat sebelum ia menarik diri dan menginstruksikan para saksi dan timnya menarik diri pula dari rapat pleno rekapitulasi KPU.

"Awalnya beliau menyatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menempatkan rule of law atau aturan hukum di atas segalanya," kata pengajar Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten, ini kepada Warta Kota, Selasa (22/7/2014).

Namun, kata Leo, nyatanya Prabowo tidak menggunakan rule of law seperti apa yang disampailkannya. Mestinya, kata Leo, Prabowo menggunakan jalur gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai aplikasi dari apa yang diucapkannya, dan bukannya menarik diri pada saat-saat akhir.

***
Pilpres sudah berlangsung, pemenangnya juga sudah diumumkan. Semua orang bisa menjadi pengawas atas apa yang sedang terjadi selama proses rekapitulasi berlangsung. Apa lagi yang harus kita sesali dan ragukan? Bukankah sebelum mengumumkan hasil rekapitulasi, KPU juga didampingi Badan Pengawas Pemilu dan juga para saksi dari kedua kubu?

Marilah kita syukuri karena perang badar tak terjadi, seperti yang diisyaratkan Amien Rais sewaktu musim kampanye berlangsung. Juga tidak ada perang Baratayudha yang seolah melibatkan dua keluarga keturunan Dretarasta dan Pandu dari satu pohon silsilah keturunan Wicitrawirya. Ya, sebab kedua kubu yang bersaing menuju kursi RI 1 berasal dari pohon yang sama: bangsa Indonesia!

Semua pemimpin dan tim sukses dari kedua kubu juga masih sehat-sehat saja. Tak ada yang kehilangan jiwa seperti keluarga Pandawa ataupun Kurawa. Tak ada yang seperti Dewi Drupadi yang kehilangan ayahnya, Prabu Drupada, atau keluarga Wirata yang telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara, dan Raden Wratsangka dalam Perang Baratayudha. Juga tak ada yang kehilangan ayah, kakek, guru, sahabat, serta kerabatnya.

Semoga demikianlah akhirnya. Yang menang memeluk yang kalah dengan sepenuh kasih, dan yang kalah senantiasa ikhlas menerima jatah kepastian dari Tuhan. Sesungguhnya, kedua pihak adalah pemenangnya karena telah mengajarkan dan mengantarkan bangsa ini menuju keberadaban sebuah negeri.

Jangan kiranya ada yang menjadi Aswatama dalam lakon Baratayudha yang menyalakan api dendamnya hingga menimbulkan korban orang lain sekaligus dirinya sendiri. Padahal perang Baratayudha adalah jalan takdir yang dipilih dua keluarga yang saling berseberangan.

Alkisah, Aswatama, yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, muncul kembali. Dia menghimpun kekuatan baru, bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik Prabu Suyudana, satu-satunya yang masih hidup. Para Pandawa dan bahkan Prabu Drestarastra tidak menyangka, ternyata masih ada sisa Kurawa yang hidup.

Mereka berencana mau memberontak ke Astina untuk merebut kembali Astinapura. Akan tetapi, mereka tak memiliki keberanian. Mereka memutuskan akan memasuki Istana Astina secara diam-diam pada malam hari, dan akan membunuh orang-orang Pandawa sebanyak-banyaknya.

Semoga ini tidak terjadi. Semoga bangsa ini akan baik-baik saja. Sudah saatnya kita bergegas untuk mengejar ketertinggalan kita, membenahi apa yang belum terbenahi, meraih apa yang belum teraih, seperti yang diucapkan presiden terpilih Joko Widodo dari kapal pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa, Selasa (22/7/2014) malam.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Kemenangan ini adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Saya berharap, kemenangan rakyat ini akan melapangkan jalan untuk mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara kebudayaan.

Namun, dalam beberapa bulan terakhir, perbedaan pilihan politik seakan menjadi alasan untuk memisahkan kita. Padahal kita pahami bersama, bukan saja keragaman dan perbedaan adalah hal yang pasti ada dalam demokrasi, tapi juga bahwa hubungan-hubungan pada level masyarakat adalah tetap menjadi fondasi dari Indonesia yang satu.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com