Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setyardi Jabat Asisten Staf Khusus Presiden, Istana Belum Akan Ambil Tindakan

Kompas.com - 16/06/2014, 16:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyatakan, pihaknya belum akan mengambil tindakan apa pun terhadap Setyardi, Asisten Staf Khusus Kepresidenan Velix Wanggai yang menerbitkan tabloid Obor Rakyat. Pasalnya, pihak Sekretariat Kabinet masih menunggu laporan dari atasan Setyardi.

Kendati demikian, apabila sudah ada proses hukum terhadap Setyardi, bukan tidak mungkin Pemimpin Redaksi Obor Rakyat itu akan dijatuhi sanksi administratif. Dipo menjelaskan, Setyardi yang merupakan mantan wartawan tabloid Paron dan majalah Tempo (1998-2007) diangkat menjadi Asisten Staf Khusus Presiden sejak 25 Februari 2010.

Sebagai Asisten Staf Khusus Presiden, ujarnya, Setyardi tidak diangkat oleh presiden, tetapi diangkat oleh Seskab atas usulan dari Staf Khusus Presiden. Oleh karena itu, Dipo mengaku sedang menunggu laporan dari Velix Wanggai selaku atasan Setyardi.

Meski memiliki hubungan dengan pihak Istana, Dipo menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Setyardi merupakan inisiatif pribadi yang tidak terkait dengan penugasannya selaku Asisten Staf Khusus Presiden. Karena itu, Dipo menjamin tidak ada keterlibatan Istana dalam penerbitan tabloid Obor Rakyat.

"Yang jelas ia tidak pernah diperintah oleh Seskab, apalagi oleh Presiden terkait dengan tindakan-tindakan politiknya. Jadi, silakan saja kalau merasa dirugikan, silakan diproses sesuai hukum yang berlaku," tutur Dipo seperti yang dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Dipo mendukung upaya hukum yang dilakukan pihak-pihak yang merasa dirugikan terhadap tindakan Setyardi. Upaya hukum bisa dilakukan melalui aparat kepolisian, kejaksaan, ataupun melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika dalam proses hukum itu Setyardi terbukti melakukan pelanggaran, menurut Dipo, dia baru bisa melakukan tindakan administratif.

Namun, tanpa ada proses hukum, Dipo mengaku tidak bisa melakukan tindakan administratif kepada Setyardi. Tabloid Obor Rakyat beredar di sejumlah pondok pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (baca: Ini Alasan Setyardi Sebarkan "Obor Rakyat" ke Pesantren).

Tabloid ini berisi kampanye hitam terhadap Jokowi-JK, tanpa menyebut narasumber dan penulis berita. Edisi kedua tabloid itu mengangkat topik "1001 Topeng Pencitraan". Di dalamnya masih berisi hujatan terhadap Jokowi. Pada edisi pertama, tabloid Obor Rakyat mengangkat judul besar "Capres Boneka".

Namun, tidak ada satu pun pemberitaan tentang pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam tabloid tersebut (baca: Pemred "Obor Rakyat": Prabowo Belum Ada Bahan untuk Dikomentari).

Menurut Setyardi, tabloid ini disebarkan sebanyak 100.000 eksemplar setiap edisi. Biaya percetakan hingga pendistribusian disebut sebagian besar berasal dari kantong pribadi, dan hanya sebagian kecil dari sumbangan pihak ketiga.

Setyardi adalah staf dari Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah Velix Wanggai. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat terganggu dengan pemberitaan soal tabloid Obor Rakyat. Ia memastikan, akan ada investigasi dan tindakan dari Sekretariat Kabinet yang mengoordinasi perangkat di bawah staf khusus (baca: SBY Terganggu, Staf Istana Terlibat "Obor Rakyat").

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Modifikasi Cuaca Akan Dilakukan untuk Kurangi Intensitas Hujan di Sumbar

Modifikasi Cuaca Akan Dilakukan untuk Kurangi Intensitas Hujan di Sumbar

Nasional
KPK Periksa Sekjen DPR RI Indra Iskandar

KPK Periksa Sekjen DPR RI Indra Iskandar

Nasional
Sidang Dugaan Pemerasan SYL, Jaksa Hadirkan 5 Pejabat Kementan Jadi Saksi

Sidang Dugaan Pemerasan SYL, Jaksa Hadirkan 5 Pejabat Kementan Jadi Saksi

Nasional
2 Desa di Pulau Gunung Ruang Tak Boleh Lagi Dihuni, Semua Warga Bakal Direlokasi

2 Desa di Pulau Gunung Ruang Tak Boleh Lagi Dihuni, Semua Warga Bakal Direlokasi

Nasional
Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik

Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik

Nasional
Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi, Suharto Sah Jadi Wakil Ketua MA

Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi, Suharto Sah Jadi Wakil Ketua MA

Nasional
Menelusuri Gagasan Jokowi Bakal Dijadikan Penasihat Prabowo

Menelusuri Gagasan Jokowi Bakal Dijadikan Penasihat Prabowo

Nasional
Antam Raih 3 Penghargaan di Ajang CSR dan PDB Award 2024

Antam Raih 3 Penghargaan di Ajang CSR dan PDB Award 2024

Nasional
Kenakan Pakaian Serba Hitam, Sandra Dewi Penuhi Panggilan Kejagung

Kenakan Pakaian Serba Hitam, Sandra Dewi Penuhi Panggilan Kejagung

Nasional
Revisi UU MK Disetujui Pemerintah, Mahfud MD: Sekarang Saya Tak Bisa Halangi Siapa-siapa

Revisi UU MK Disetujui Pemerintah, Mahfud MD: Sekarang Saya Tak Bisa Halangi Siapa-siapa

Nasional
BNPB Kaji Rencana Relokasi Rumah Warga Dekat Sungai dari Gunung Marapi

BNPB Kaji Rencana Relokasi Rumah Warga Dekat Sungai dari Gunung Marapi

Nasional
Gelar Anugerah Jurnalistik Sahabat Bahari 2024, Kementerian KP Usung Tema 25 Tahun Transformasi Kelautan dan Perikanan

Gelar Anugerah Jurnalistik Sahabat Bahari 2024, Kementerian KP Usung Tema 25 Tahun Transformasi Kelautan dan Perikanan

Nasional
KPK Duga SYL Jalan-jalan ke Luar Negeri, tetapi Dibuat Seolah Dinas

KPK Duga SYL Jalan-jalan ke Luar Negeri, tetapi Dibuat Seolah Dinas

Nasional
Putusan MK 2011 Jadi Alasan, Revisi UU Kementerian Negara Dinilai Bakal Temui Persoalan

Putusan MK 2011 Jadi Alasan, Revisi UU Kementerian Negara Dinilai Bakal Temui Persoalan

Nasional
Tolak Revisi UU MK, Mahfud: Bisa Ganggu Independensi Hakim

Tolak Revisi UU MK, Mahfud: Bisa Ganggu Independensi Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com