Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2014, 15:06 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Dokumen pemecatan Prabowo Subianto dari ABRI, yang dikeluarkan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada tahun 1998, tidak termasuk dalam dokumen rahasia negara. Oleh karena itu, TNI dan presiden harus membukanya karena publik harus mengetahui fakta tersebut.

"Dokumen DKP itu bukan termasuk kategori Pasal 17 dalam UU Keterbukaan Informasi Publik yang bersifat rahasia negara karena dokumen DKP tidak termasuk informasi yang bersifat strategis," ujar Direktur Program Imparsial Al Araf dalam jumpa pers, di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (10/6/2014).

Al Araf mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu ikut menandatangani dokumen pemecatan Prabowo harus memerintahkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko membuka dokumen DKP. Menurut dia, dokumen itu tidak mengancam keselamatan bangsa ataupun mengganggu stabilitas nasional, apalagi mengganggu keamanan nasional yang merupakan kriteria rahasia negara.

Selain itu, kata Al Araf, dokumen DKP seperti yang beredar di media sosial memuat pemecatan berdasarkan tindakan Prabowo, yang memerintahkan Tim Mawar dan Merpati dari Kopassus TNI Angkatan Darat untuk melakukan penculikan aktivis. Operasi penculikan terjadi pada periode 1997-1998.

"Justru saat ini negara harus membuka dokumen tersebut demi kepentingan bangsa ke depan," kata Al Araf.

Pernyataan Al Araf itu menanggapi komentar Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman yang menyatakan bahwa dokumen pemecatan Prabowo bersifat rahasia sehingga tidak boleh diketahui masyarakat. Dokumen itu, kata Marciano, seharusnya tetap berada di Mabes TNI sehingga tidak boleh beredar di masyarakat.

"Dokumen-dokumen itu tidak boleh bocor," kata Marciano di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/6/2014).

Sebelumnya, surat yang disebut sebagai keputusan DKP itu beredar di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Di empat lembar surat itu tertulis mengenai pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.

Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.

"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan," demikian isi surat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com